Jumat, 29 April 2011

BIOTEKNOLOGI SECARA UMUM DAN PERAN DALAM BIDANG PERTANIAN

I. BIOTEKNOLOGI SECARA UMUM

Bioteknologi didefinisikan sebagai penerapan prinsip – prinsip biologi, biokimia dan rekayasa organisme hidup seprti mikroba atau jasad hidup untuk menghasilkan barang atau jasa.
Ilmu yang mendasari bioteknologi adalah mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler, genetika, ilmu pangan, bioinformatika / elektronik dan komputer.
Bioteknologi ini berkaitan dengan reaksi biologis yang dilakukan oleh jasad hidup sebagai organisme yang memiliki organel sel, jaringan dan bahan molekul, seperti DNA, RNA, protein dan enzim.
Ada dua bioteknologi, yaitu bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Dalam bioteknologi konvensional penerapan teknik biologi molekulernya masih terbatas sedangkan pada bioteknologi modern ini penerapan biologi molekulernya sudah maju, seperti penggunaan alat yang sudah cangih sampai manipulasi dan rekayasas genetika dalam bidang pertanian.

Kemajuan dan penerapan bioteknologi tanaman pada tanaman pangan
Kemajuan dan penerapan bioteknologi tanaman tidak terlepas dari tanaman pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia termasuk kebutuhan nutrisi, kemajuan bioteknologi telah mewarnai trend produksi pangan dunia. Padi saat ini masih merupakan tanaman pangan utama dunia. Dengan demikian prioritas utama untuk teknik biologi molekuler dan transgenik saat ini masih diutamakan pada padi. Selain karena merupakan tanaman pangan utama, padi memiliki genom dengan ukuran sehingga dapat digunakan sebagai tanaman model utama. Selain padi tanaman pangan yang telah banyak mendapat sentuhan bioteknologi adalah kentang.
Golden Rice
Penerapan bioteknologi pada tanaman padi sebenarnya telah lama dilakukan namun menjadi sangat terdengar ketika muncul golden rice pada tahun 2001 yang diharapkan dapat membantu jutaan orang yang mengalami kebutaan dan kematian dikarenakan kekurangan vitamin A dan besi. Vitamin A sangat penting untuk penglihatan, respon kekebalan, perbaikan sel, pertumbuhan tulang, reproduksi, hingga penting untuk pertumbuhan embrionik dan regulasi gen-gen pendewasaan.
Luasan lahan pertanian yang semakin sempit mengakibatkan produksi perlahan harus ditingkatkan. Peningkatan ini tidak hanya berupa peningkatan bobot panen namun juga nutrisi atau nilai tambah. Oleh sebab itu dari suatu luasan yang sebelumnya hanya menghasilkan karbohidrat diharapkan dapat ditambah dengan vitamin dan mineral. Hal inilah yang mendorong para peneliti padi mengembangkan Golden Rice. Pada awalnya penelitian dilakukan untuk meningkatkan kandungan provitamin A berupa beta karoten, dan saat ini fokus penelitian tetap dilakukan.
Bioteknologi Tanaman Kentang
Tanaman pangan dunia yang tidak kalah penting adalah kentang. Seperti halnya padi, kentang juga menjadi komoditas utama yang menjadi obyek penerapan bioteknologi tanaman. Teknik bioteknologi saat ini telah banyak digunakan dalam produksi kentang. Baik dalam teknik penyediaan bibit, pemuliaan kentang, hingga rekayasa genetika untuk meningkatkan sifat-sifat unggul kentang. Dalam hal penyediaan bibit, saat ini teknik kultur jaringan telah banyak digunakan. Teknik kultur jaringan memungkinkan petani mendapatkan bibit dalam jumlah besar yang identik dengan induknya.
Teknik kultur jaringan juga dapat digunakan untuk menghasilkan umbi mikro (microtuber). Produksi kentang dari umbi mikro dan umbi konvensional menurut penelitian tidak berbeda nyata. Skema produksi bibit kentang melalui teknik kultur jaringan , Umbi mikro kentang Selain itu teknik kultur jaringan pada tanaman kentang juga bermanfaat terutama untuk preservasi in vitro, fusi protoplas dan membantu dalam seleksi pada skema pemuliaan tanaman. Untuk meningkatkan sifat ketahanan dan sifat lain pendekatan rekayasa genetika juga telah dilakukan melalui fusi protoplast dan tranformasi genetik.
Contoh pemanfaatan teknik transformasi agrobacterium pada tanaman kentang adalah dengan menyisipkan gen dari spesies liar yaitu Rpi-blb, Rpi-blb2 yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap Phytopthora infestans (Gambar 4). Kentang tersebut dinamakan dengan kultivar Kathadin. Contoh lain adalah kentang dengan kandungan pati yang tinggi yang dapat menghasilkan kentang goreng dan kripik kentang dengan kualitas yang lebih baik karena menyerap lebih sedikit minyak ketika digoreng. Kentang ini dirakit dengan rekayasa genetika dengan menginsert gen dari bakteri ke kentang Russet Burbank. Gen tersebut dapat meningkatkan kandungan pati umbi yang dihasilkan dan menurunkan penyerapan minyak sewaktu digoreng. Hal ini dianggap menguntungkan karena dapat menurunkan biaya produksi sekaligus lebih sehat bagi konsumen. Gambar 4. Uji lapangan kultivar Katahdin terhadap serangan Phytopthora infestans. Tampak Kathadin lebih tahan dibandingkan dengan kentang kontrol

Kemajuan dan penerapan bioteknologi tanaman pada tanaman hortikultura
Dengan semakin meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan arti penting kesehatan, kebutuhan akan produk-produk hortikultura sebagai sumber vitamin meningkat. Selain itu dari sisi kesehatan mental, kebutuhan produk hortikultura yang lain yaitu berbagai tanaman hias turut meningkat. Teknik kultur jaringan telah dimanfaatkan secara luas pada tahaman hortikultura, seperti perbanyakan klonal yang dikombinasikan dengan teknik bebas virus pada kentang, pisang, anggur, apel, pear dan berbagai jenis tanaman hias, serta penyelamatan embrio untuk mendapatkan tanaman hibrida dari hasil persilangan interspecies. Teknologi rekayasa genetika juga telah diaplikasikan pada tanaman hortiklutura. Sebagai contoh yang cukup terkenal adalah Tomat FlavrSavr. Tomat merupakan salah satu produk hortikultura utama. Seperti produk hortikultura pada umumnya, tomat memiliki shelf-life yang pendek.
Shelf-life yang pendek ini disebabkan dengan aktifnya beberapa gen seperti pectinase saat tomat mengalami kematangan. Dengan kondisi seperti ini, tomat sulit sekali untuk dipasarkan ke tempat yang jauh terlebih untuk ekspor. Biaya pengemasan sangat mahal seperti menyediakan box yang dilengkapi pendingin. Untuk mengatasi hal ini para peneliti di Amerika mencoba merekayasa kerja gen polygalacturonase (PG) yang berasosiasi dengan shelf-life tomat yaitu dengan menginsert antisense dari gen PG.


Dengan demikian shelf-life tomat menjadi lebih lama. Tomat ini dinamakan dengan FlavrSavr. Pada industri tanaman hias, teknik kultur jaringan telah digunakan secara meluas pada berbagai tanaman hias. Teknik kultur jaringan yang diaplikasikan mencakup kultur meristem, organogenesis dan somatic embryogenesis, konservasi, eliminasi patogen.
Sementara itu untuk meningkatkan keragaman dapat memanfaatkan adanya variasi somaklonal. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat tanaman hias kebanyakan dinilai dari segi estetika dan kelangkaannya, serta bentuk-bentuk baru seperti bentuk serta warna daun dan bunga, arsitektur tanaman, serta sifat-sifat unik tanaman tertentu. Teknik lain untuk keperluan ini adalah mutasi. Pada industri tanaman hias dalam pot sering digunakan Zat Pengatur Tumbuh untuk mengatur pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Contohnya adalah penggunaan retardan untuk membuat pertumbuhan menjadi pendek dan meroset.
Pemanfaatan rekayasa genetika pada tanaman hias berpotensi untuk menambahkan sifat-sifat baru yang unik. Contoh tanaman yang telah direkayasa antara lain krisan dan mawar dengan tingkat ketahanan dan vase life yang lebih tinggi. Somatic embryogenesis Euphorbia pulcherrima. Hasil variasi somaklonal pada spesies Anthurium
Kemajuan dan penerapan bioteknologi tanaman pada tanaman perkebunan
Bioteknologi juga diterapkan pada beberapa tanaman perkebunan seperti tebu, tembakau, kelapa sawit dan lain-lain. Hingga saat ini kapas merpuakan komoditas yang paling banyak mendapat sentuhan bioteknologi. Di Amerika, hingga saat ini tanaman transgenik yang paling banyak dilepas adalah kapas.
Kapas transgenik yang terkenal adalah kapas Bt (Bacillus thuringiensis). Dengan introduksi gen Bt ke tanaman kapas, tanaman kapas menjadi tahan terhadap hama yang disebabkan tanaman dapat memproduksi protein Bt-toxin. Bt pertama ditemukan tahun 1911 dan terdaftar sebagai biopestisida di Amerika Serikat tahun 1961.
Salah satu dari sekian banyak kerugian merokok adalah gangguan kesehatan karena kadar nikotin yang tinggi. Pendekatan bioteknologi dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan merakit tanaman tembakau yang bebas kandungan nikotin. Dengan cara ini perokok dapat terkurangi resiko gangguan kesehatannya.
Pada tahun 2001 jenis tembakau ini diklaim dapat mengurangi resiko serangan kanker akibat merokok. Selain bebas nikotin, sentuhan bioteknologi lain juga dilakukan untuk tanaman tembakau misalnya dengan meningkatkan aroma menggunakan gen aroma dari tanaman lain. Salah satu yang telah berhasil adalah menggunakan monoterpene synthase dari lemon.

II. BIOTEKNOLOGI DALAM BERBAGAI BIDANG
Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. Supriatna (1992 ) memberi batasan tentang arti bioteknologi secara lebih lengkap, yakni: pemanfaatan prinsip–prinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.



Bioteknologi Dalam Bidang Pertanian
Rifai (2001) mengatakan, penggunaan bioteknologi untuk menciptakan kultivar unggul seperti tanaman padi dan tanaman semusim sangat berguna untuk pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Karenanya, pengembangan bioteknologi diberbagai bidang perlu mendapat perhatian serius. Satu fakta yang tidak dapat dipungkiri akibat ketertinggalan negara kita mengembangkan bioteknologi adalah dimanfaatkannya plasma nutfah negara kita oleh negara lain. Durian bangkok dan mangga berwarna keunguan dari Australia adalah sebagian kecil contohnya.
Bioteknologi seperti transgenik dalam bidang pertanian pada dasarnya telah mulai dikembangkan, namun penolakan-penolakan dari berbagai pihak menyebabkan teknologi ini tidak pesat perkembangannya. Tanaman-tanaman pertanian yang telah berhasil meningkatkan produksi dan kualitas melalui transgenik antara lain kapas, jagung, dan lain-lain.
Pro dan kontra penggunaan tanaman transgenik ramai dibicarakan diberbagai media massa. Salah satu contohnya adalah kapas transgenik. Pihak yang pro, terutama para petinggi dan wakil petani yang tahu betul hasil uji coba di lapangan memandang kapas transgenik sebagai mimpi yang dapat membuat kenyataan, sedangkan Pihak yang kontra, sangat ekstrim mengungkapkan berbagai bahaya hipotetik tanaman transgenik (Tajudin, 2001).
Selain kapas, Setyarini (2000) memaparkan tentang kontroversi penggunaan tanaman jagung yang telah direkayasa secara genetik untuk pakan unggas. Kekhawatiran yang muncul adalah produk akhir unggas Indonesia akan mengandung genetically modified organism ( GMO ). Masalah lain yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak adalah potensinya dalam mengganggu keseimbangan lingkungan antara lain serbuk sari jagung dialam bebas dapat mengawini gulma-gulma liar, sehingga menghasilkan gulma unggul yang sulit dibasmi. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang pro mengatakan bahwa dengan jagung transgenik selain akan mempercepat swa sembada jagung, manfaat lain adalah jagung yang dihasilkan mempunyai kualitas yang hebat, kebal terhadap serangan hama sehingga petani tidak perlu menyemprot pestisida.
Bagaimana cara kita menyikapinya?, satu-satunya jalan adalah dengan melakukan beberapa tahapan pengujian, studi kelayakan, serta sistem pengawasan yang ketat oleh instansi yang berwenang. Disini, pihak peneliti memegang peranan penting dalam mengungkap dan membuktikan atau menyanggah berbagai kekhawatiran yang timbul.
Bioteknologi dalam Bidang Peternakan dan Perikanan
Penggunaan bioteknologi guna meningkatkan produksi peternakan meliputi : 1) teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi embrio, fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning dan spliting. 2) rekayasa genetika, seperti genome maps, masker asisted selection, transgenik, identifikasi genetik, konservasi molekuler, 3) peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasi mikroba rumen, dan 4) bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner (Gordon, 1994; Niemann dan Kues, 2000).
Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah a) transfer embrio berupa teknik Multiple Ovulation and Embrio Transfer (MOET). Teknik ini telah diaplikasikan secara luas di Eropa, Jepang, Amerika dan Australia dalam dua dasawarsa terakhir untuk menghasilkan anak (embrio) yang banyak dalam satu kali siklus reproduksi. b) cloning telah dimulai sejak 1980an pada domba. Saat ini pembelahan embrio secara fisik (spliting) mampu menghasilkan kembar identik pada domba, sapi, babi dan kuda. c) produksi embrio secara in vitro; teknologi In vitro Maturation (IVM), In Vitro Fertilisation (IVF), In Vitro Culture (IVC), telah berkembang dengan pesat. Kelinci, mencit, manusia, sapi, babi dan domba telah berhasil dilahirkan melalui fertilisasi in vitro (Hafes, 1993).
Di Indonesia, transfer embrio mulai dilakukan pada tahun 1987. Dengan teknik ini seekor sapi betina, mampu menghasilkan 20-30 ekor anak sapi (pedet) pertahun. Penelitian terakhir membuktikan bahwa, menciptakan jenis ternak unggul sudah bukan masalah lagi. Dengan teknologi transgenik, yakni dengan jalan mengisolasi gen unggul, memanipulasi, dan kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain, maka ternak unggul yang diinginkan dapat diperoleh. Babi transgenik, di Princeton Amerika Serikat kini sudah berhasil memproduksi hemoglobin manusia sebanyak 10 – 15 % dari total hemoglobin manusia, bahkan laporan terakhir mencatat adanya peningkatan persentasi hemoglobin manusia yang dapat dihasilkan oleh babi transgenik ini.
Dalam bidang perikanan, kebutuhan adanya penerapan teknologi sangat dinantikan, mengingat adanya penangkapan ikan yang melebihi potensi lestari (over fishing), banyaknya terumbu karang yang rusak dan dengan adanya peningkatan konsumsi ikan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sarwono mengakui adanya kebutuhan penerapan teknologi, tetapi ia juga mengakui adanya ketakutan pada dampak penerapan teknologi tinggi.
Penelitian bioteknologi dalam bidang perikanan, di utamakan pada tiga kelompok, yaitu: akuakultur, pemanfaatan produksi alam, dan prosesing bahan makanan yang bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan bioteknologi dibidang akuakultur meliputi seleksi, hibridasi, rekayasa kromosom, dan pendekatan biologi molekuler seperti transgenik sangat dibutuhkan untuk menyediakan benih dan induk ikan.
Pada akuakultur, program peningkatan sistem kekebalan ikan telah dilakukan dengan menggunakan vaksin, imunostimulan, probiotik, dan bioremediasi. Vaksin dapat memacu produksi antibiotik specifik dan hanya efektif untuk mencegah satu patogen tertentu. Imunostimulan merupakan teknik meningkatkan kekebalan yang non specifik, misalnya lipopolysaccharide dan B-glucan yang telah diterapkan untuk ikan dan udang di Indonesia. Probiotik diaplikasikan pada pakan atau dalam lingkungan perairan budidaya sebagai penyeimbang mikroba dalam pencernaan dan lingkungan perairan .
Pada tahun 1980 penelitian transgenik pada ikan telah dimulai dengan mengintroduksi gen tertentu kepada organisme hidup lainnya serta mengamati fungsinya secara in vitro. Dalam teknik ini, gen asing hasil isolasi di injeksi secara makro ke dalam telur untuk memproduksi galur ikan yang mengandung gen asing tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan ikan transgenik, yaitu: 1) isolasi gen (clone DNA) yang akan diinjeksi pada telur, 2) Identifikasi gen pada anak ikan yang telah mendapatkan injeksi gen asing tadi, dan 3) keragaman dari turunan ikan yang diinjeksi gen asing tersebut.





Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan dan Pengobatan
Suatu terobosan baru telah dilakukan di Colorado AS. Pasangan Jack dan Lisa melakukan program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun dan menderita penyakit fanconi anemia (Gatra, 2000). Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencakokkan sumsum tulang dari saudara sekandung, tetapi masalahnya, Molly adalah anak tunggal. Teknologi bayi tabung diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik “Pra Implantasi genetik diagnosis” dapat dideteksi embrio-embrio yang membawa gen fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1 embrio yang terbebas dari gen fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan. Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000 yang lalu, dan beberapa jam setelah lahir, diambil sampel darah dari umbilical cord (pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan placenta) untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/02201/wm_nalley.htm
http://bioteknologitanaman.blogspot.com/2008/09/bioteknologi-tanaman.html
http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidang-bioteknologi-pada-tanaman/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar