Jumat, 29 April 2011

TERRASERING (TERAS)

Pengertian Teras
Teras adalah bangunan konservasi tanah dan air yang dibuat dengan penggalian dan pengurugan tanah, membentuk bangunan utama berupa bidang olah, guludan, dan saluran air yang mengikuti kontur serta dapat pula dilengkapi dengan bangunan pelengkapnya seperti saluran pembuangan air (SPA) dan terjunan air yang tegak lurus kontur. (Yuliarta et al., 2002).
Sedangkan menurut Sukartaatmadja (2004), teras adalah bangunan konservasi tanah dan air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan pengurugan tanah melintang lereng. Tujuan pembuatan teras adalah untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off) dan memperbesar peresapan air, sehingga kehilangan tanah berkurang.
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian erosi berkurang. (Arsyad, 1989).
Menurut Yuliarta et al (2002), manfaat teras adalah mengurangi kecepatan aliran permukaan sehingga daya kikis terhadap tanah dan erosi diperkecil, memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung dan mengendalikan kecepatan dan arah aliran permukaan menuju ke tempat yang lebih rendah secara aman.
Klasifikasi dan Disain Teras
Teras dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Sukartaatmadja (2004) mengklasifikasikan teras berdasarkan fungsi dan berdasarkan bentuk.. Berdasarkan fungsi, teras diklasifikan lagi dalam dua jenis yaitu: (a) teras intersepsi (interception terrace) dan (b) teras diversi (diversion terrace). Pada teras intersepsi aliran permukaan ditahan oleh saluran yang memotong lereng. Sedangkan teras diversi berfungsi untuk mengubah arah aliran sehingga tersebar ke seluruh lahan dan tidak terkonsentrasi pada satu tempat. Berdasarkan bentuk, teras dibedakan ke dalam beberapa bentuk diantaranya teras kredit, teras guludan, teras datar, teras bangku, teras kebun dan teras individu.
Schwab et. al. (1966) dan Arsyad (1989) mengklasifikasikan teras dalam dua tipe utama, yaitu teras bangku (bench terrace) untuk mengurangi kemiringan lereng dan teras berdasar lebar (broadbase terrace) yang ditujukan untuk mengurangi atau menahan air pada lahan miring. Teras berdasar lebar ini dibagi lagi dalam bentuk teras berlereng, teras datar, dan teras berdasar sempit.
Utomo (1989) membagi teras berdasarkan bentuk dan fungsinya ke dalam 3 macam teras, yaitu (a) teras saluran (channel terrace), (b) teras bangku atau teras tangga (bench terrace), dan (c) teras irigasi pengairan (irrigation terrace). Teras saluran terutama dibangun untuk mengumpulkan air aliran permukaan pada saluran yang telah disiapkan untuk kemudian disalurkan pada saluran induk jalannya air, sehingga aliran permukaan tersebut tidak menyebabkan erosi. Teras bangku dibangun terutama untuk mengurangi panjang lereng. Lalu, teras pengairan dibangun untuk menampung air hujan sehingga dapat digunakan oleh tanaman, seperti pada petak-petak sawah tadah hujan.
Sedangkan Morgan (1986) membagi teras ke dalam 3 tipe utama, yaitu (a) teras diversi (diversion terrace), (b) teras retensi (retention terrace), dan teras bangku (bench terrace). Tujuan utama teras diversi adalah untuk menahan aliran di permukaan dan menyalurkannya melalui lereng ke saluran outlet yang aman. Teras retensi digunakan jika dibutuhkan konservasi air dengan menahannya di lereng bukit. Sedangkan teras bangku dibuat jika lahan sampai kemiringan 30 % akan digunakan untuk kegiatan budidaya pertanian.
Teras Datar
Teras datar atau teras sawah (level terrace) adalah bangunan konservasi tanah berupa tanggul sejajar kontur, dengan kelerengan lahan tidak lebih dari 3 % dilengkapi saluran di atas dan di bawah tanggul (Yuliarta, 2002).
Menurut Arsyad (1989), teras datar dibuat tepat menurut arah garis kontur dan pada tanah-tanah yang permeabilitasnya cukup besar sehingga tidak terjadi penggenangan dan tidak terjadi aliran air melalui tebing teras. Teras datar pada dasarnya berfungsi menahan dan menyerap air, dan juga sangat efektif dalam konservasi air di daerah beriklim agak kering pada lereng sekitar dua persen.
Dalam Sukartaatmadja (2004) dijelaskan bahwa tujuan pembuatan teras datar adalah untuk memperbaiki pengaliran air dan pembasahan tanah, yaitu dengan pembuatan selokan menurut garis kontur. Tanah galian ditimbun di tepi luar sehingga air dapat tertahan dan terkumpul. Di atas pematang sebaiknya ditanami tanaman penguat teras berupa rumput makanan ternak.
Menurut Schwab et al (1966), tujuan utama dari teras datar ini adalah konservasi air / kelembaban tanah, sedangkan pengendalian erosi adalah tujuan sekunder. Karena itu teras tipe ini dibangun di daerah dengan curah hujan rendah sampai sedang untuk menahan dan meresapkan air ke lapisan tanah. Di daerah yang permeabilitasnya tinggi, teras tipe ini dapat digunakan untuk tujuan yang sama di daerah dengan curah hujannya tinggi.
Gambar 1. Penampang Melintang Teras Datar (Sumber Panduan Kehutanan Indonesia, 1999 dalam Priyono et al., 2002).
Cara pembuatan teras datar adalah: (a) tanah digali menurut garis kontur dan tanah galiannya ditimbunkan ke tepi luar, (b) teras dibuat sejajar dengan garis kontur, (c) lebar guludan atas 0,37 – 0,5 m, lebar dasar guludan bawah menyesuaikan kemiringan guludan, (e) jarak tepi bawah saluran di bawah guludan terhadap tengah guludan 2,5 – 3,5 m, sedang jarak tepi atas saluran di atas guludan terhadap tengah guludan 3 – 6 m, (f) guludan ditanami rumput makanan ternak (Priyono, et al, 2002).
Teras Kredit
Teras kredit merupakan bangunan konservasi tanah berupa guludan tanah atau batu sejajar kontur, bidang olah tidak diubah dari kelerengan tanah asli. Teras kredit merupakan gabungan antara saluran dan guludan menjadi satu (Priyono, et al., 2002).
Teras kredit biasanya dibuat pada tempat dengan kemiringan lereng antara 3 sampai 10 persen, dengan cara membuat jalur tanaman penguat teras (lamtoro, kaliandra, gamal) yang ditanam mengikuti kontur. Jarak antara larikan 5 sampai 12 meter. Tanaman pada larikan teras berfungsi untuk menahan butir-butir tanah akibat erosi dari sebelah atas larikan. Lama kelamaan permukaan tanah bagian atas akan menurun, sedangkan bagian bawah yang mendekat dengan jalur tanaman akan semakin tinggi. Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga bidang olah menjadi datar atau mendekati datar. (Sukartaatmadja, 2004).
Lebih lanjut dijelaskan, untuk mempercepat proses tersebut dapat ditempuh dengan beberapa jalan yaitu: (a) menarik tanah dari sebelah atas larikan ke arah larikan tanaman penguat teras, (b) pembuatan guludan sepanjang tanaman sehingga sedimentasi diperbesar, (c) pemberian serasah atau limbah pertanian atau batu-batuan sepanjang tanaman dan sebagainya sehingga sedimentasi diperbesar.
Gambar 2. Penampang Teras Kredit
Cara pembuatan teras kredit adalah: (a) persiapan lapangan dimulai dengan memancangkan patok-patok menurut garis kontur dengan menggunakan waterpas plastik. Jarak patok dalam garis kontur 5 m, dan jarak antar barius 5 – 12 m, (b) pembuatan bangunan teras berupa guludan tanah atau guludan batu yang arahnya sejajar garis kontur, (c) penanaman tanaman penguat teras (kaliandra, lamtoro, gamal) secara rapat di sepanjang guludan. Benih / biji jenis tanaman tahunan (legume tree crop) ditanam dengan secara merata. Bila digunakan stek atau stump, jarak tanamnya 0,5 m sepanjang guludan. (Anonim, 1993).
Informasi teknis lain berkaitan dengan teras kredit adalah: (a) pembuatan teras tipe ini akan mengakibatkan pengurangan luas lahan sebesar 10 – 20 %, (b) teras kredit tidak cocok diterapkan pada tanah-tanah yang peka longsor, (c) sedimen yang tertampung pada saluran dapat dikembalikan pada bidang olah ataupun untuk meninggikan guludan, (d) arah pengolahan tanah dimulai dari bagian lereng bawah (Priyono, 2002).
Teras Guludan
Teras guludan adalah suatu teras yang membentuk guludan yang dibuat melintang lereng dan biasanya dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng 10 – 15 %. Sepanjang guludan sebelah dalam terbentuk saluran air yang landai sehingga dapat menampung sedimen hasil erosi. Saluran tersebut juga berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah menuju saluran pembuang air. Kemiringan dasar saluran 0,1%. Teras guludan hanya dibuat pada tanah yang bertekstur lepas dan permeabilitas tinggi. Jarak antar teras guludan 10 meter tapi pada tahap berikutnya di antara guludan dibuat guludan lain sebanyak 3 – 5 jalur dengan ukuran lebih kecil. (Sukartaatmadja, 2004)
Sedangkan menurut Priyono et. al. (2002), teras guludan adalah bangunan konservasi tanah berupa guludan tanah dan selokan / saluran air yang dibuat sejajar kontur, dimana bidang olah tidak diubah dari kelerengan permukaan asli. Di antara dua guludan besar dibuat satu atau beberapa guludan kecil. Teras ini dilengkapi dengan SPA sebagai pengumpul limpasan dan drainase teras
Gambar 3. Penampang Teras Guludan
Pembuatan teras guludan adalah: (a) persiapan lapangan dengan pemancanganm patok-patok menurut garis kontur dengan menggunakan ondol-ondol dan atau waterpass sederhana. Jarak patok dalam baris 5 m dan jarak antar baris rata-rata 10 m (sama dengan jarak antara dua guludan), (b) pembuatan selokan teras dilakukan dengan menggali tanah mengikuti arah larikan patok. Ukuran selokan teras: dalam 30 cm, lebar bawah 20 cm, dan lebar atas 50 cm, (c) tanah hasil galian pada pembuatan selokan teras ditimbunkan di tepi luar (bagian bawah saluran) sehingga membentuk guludan dengan ukuran: lebar atas 20 cm, lebar bawah 50 cm dan tinggi 30 cm. Guludan dan selokan dibuat tegak lurus garis kontur. Pembuatan teras dimulai dari bagian atas lereng, (d) penenaman tanaman penguat teras pada guludan, dapat berupa jenis kayu-kayuan yang ditanam dengan jarak 50 cm bila menggunakan stek / stump, atau ditabur jika menggunakan benih/biji, dan jarak tanam 30 – 50 cm jika menggunakan jenis rumput.
Pemeliharaan yang harus dilakukan terhadap teras guludan yang dibuat adalah: (a) mengeruk tanah akibat erosi yang menimbun selokan teras untuk digunakan memperbaiki guludan, (b) memperbaiki guludan dan memelihara tanaman penguat teras.
Teras Bangku
Teras bangku adalah bangunan teras yang dibuat sedemikian rupa sehingga bidang olah miring ke belakang (reverse back slope) dan dilengkapi dengan bangunan pelengkap lainnya untuk menampung dan mengalirkan air permukaan secara aman dan terkendali. (Sukartaatmadja, 2004).
Teras bangku adalah serangkaian dataran yang dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai. Bangunan ini dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA) dan ditanami dengan rumput untuk penguat teras. Jenis teras bangku ada yang miring ke luar dan miring ke dalam (Priyono, et al., 2002)
Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi suatu deretan bentuk tangga atau bangku. Teras jenis ini dapat datar atau miring ke dalam. Teras bangku yang berlereng ke dalam dipergunakan untuk tanah-tanah yang permeabilitasnya rendah dengan tujuan agar air yang tidak segera terinfiltrasi tidak mengalir ke luar melalui talud. Teras bangku sulit dipakai pada usaha pertanian yang menggunakan mesin-mesin pertanian yang besar dan memerlukan tenaga dan modal yang besar untuk membuatnya (Arsyad, 1989).
Gambar 4. Penampang Melintang Teras Bangku (Sumber: Soil Conservation Handbook,1995 dlm Priyono, et al. 2002)
Persiapan di lapangan yang harus dilakukan dalam pembuatan teras bangku adalah: (a) memasang patok induk di sepanjang calon tempat saluran pembuangan air, dengan kode 1, 2, 3, dst sebagai batas galian dan timbunan tanah. Jarak antara 2 patok yang berdekatan sama dengan lebar bidang olah teras yang direncanakan, jarak ini ditentukan oleh kemiringan lereng (Lihat tabel 1). Pemasangan dimulai dari bagian atas lereng, (b) memasang patok pembantu dengan kode 1a, 1b, 1c, dst berderet menurut garis kontur di kanan kiri patok induk kode 1 dengan kode 2a, 2b, 2c, dst untuk patok induk 2 dan seterusnya. Jarak antara patok pembantu 5 meter.
Deretan patok pembantu merupakan garis batas galian dan batas timbunan tanah. Untuk menentukan letak patok pembantu digunakan waterpas sederhana sehingga mengikuti garis kontur, seperti pada gambar, (c) memasang patok as (pusat) di antara 2 baris patok pembantu. Ukuran patok as lebih kecil dari patok pembantu. Jarak antar patok as pada deretan yang sama 5 meter.
Lebar teras tergantung pada besarnya lereng, kedalaman tanah, tanaman dan pola tanamnya. Rasio tampingan teras atas dengan lereng adalah 1:0,5 dan rasio tampingan bawah dengan lereng adalah 1: 1 – 0,5. Penyesuaian harus dilakukan tergantung dari tipe tanah dan apakah tampingan akan ditanami rumput atau akan ditutup dengan batu. Tampingan teras bangku miring ke luar harus ditutup rumput secara rapat dan merata.
Interval tegak (VI) ditentukan dengan rumus; (Priyono, et al, 2002).
Hubungan kemiringan lereng, teras bangku dan HOK tertera pada Tabel 1.
Dalam Sukartaatmadja (20040 diuraikan rumus yang dapat digunakan, yaitu Rumus Hillman dan Rumus FAO Conservation. Guide 1

Selanjutnya dilakukan pembuatan bangunan teras dengan cara: (a) membuat arah teras dengan menggali tanah sepanjang larikan patok pembantu, (b) memisahkan lapisan tanah atas yang subur dengan mengeruk dan menimbunnya sementara di sebelah kiri / kanan di tempat tertentu, (c) menggali tanah yang lapisan olahnya sudah dikeruk mulai dari deretan patok pembantu sebelah atas sampai kepada deretan patok as, dengan bentuk galian. Tanah galian ditimbun ke lereng sebelah bawah patok as sampai ke deretan patok pembantu di sebelah bawah, (d) tanah timbunan dipadatkan dengan cara diinjak-injak. Permukaan bidang olah teras dibuat miring ke arah dalam sebesar sekitar 1 %, (e) tanah lapisan olah yang semula ditempatkan di tempat tertentu, ditaburkan kembali secara merata di atas bidang olah yang telah terbentuk, (f) pada ujung teras bagian luar (bibir teras)dibuat guludan setinggi 20 cm dan lebar 20 cm. Di bagian dalam teras dibuat selokan selebar 20 cm dan dalam 10 cm. Dasar selokan teras harus lebih tinggi 50 cm dari tinggi dasar saluran pembuangan air, (g) talud teras dibuat dengan kemiringan 2:1 atau 1:1 tergantung pada kondisi tanah. Talud bagian atas (bagian urugan) ditanami rumput makanan ternak atau jenis tanaman penguat teras yang lain (Yuliarta, 2002).
Foto 2. Penerapan teras bangku di lahan tegalan
Pemeliharaan teras bangku dilakukan dengan: (a) mengeruk tanah yang menimbun (menutup) selokan teras, (b) memelihara guludan dan talud dengan cara memperbaiki bagian yang longsor, (c) mengulam dan memangkas tanaman penguat teras dan tanaman talud.
Keuntungan teras bangku adalah: (a) efektif dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan, (b) menangkap tanah dalam parit-parit yang dibuat sepanjang teras dan tanah yang terkumpul itu dapat dikembalikan ke bidang olah, (c) mengurangi panjang lereng, dimana setiap 2 – 3 meter panjang lereng dibuat rata menjadi teras sehingga mengurangi kecepatan air mengalir menuruni lereng, (d) dalam jangka panjang akan meningkatkan kesuburan tanah, (e) bidang olah yang agak datar memudahkan petani melakukan budidaya tanaman utama, (e) tanaman penguat teras dapat menjadi sumber pakan ternak, bahan organik untuk tanah dan kayu bakar.
Namun teras bangku ini juga memiliki kelemahan: (a) pada awalnya cukup menganggu keadaan tanah, mengurangi produksi selama 2 – 3 tahun pertama, (b) tenaga kerja / biaya untuk pembuatannya cukup tinggi, makin curam lahannya makin banyak tenaga kerja dan biaya yang diperlukan, (c) untuk membuat teras bangku yang baik diperlukan ketrampilan khusus, (d) berkurangnya luas permukaan lahan efektif untuk budidaya tanaman utama lebih besar dibandingkan dengan teknik konservasi tanah yang lain, makin curam lerengnya, makin besar berkurangnya luas tersebut, (e) bidang olah yang terbentuk pada bagian galian mempunyai tingkat kesuburan yang lebih buruk daripada bidang olah yang terbentuk pada bagian timbunan.
Dalam penerapan teras bangku, setidaknya terdapat dua faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi ini, yaitu faktor biofisik dan faktor sosial ekonomi.
Faktor biofisik yang mempengaruhi adalah: (a) teras bangku tidak cocok digunakan pada tanah yang dangkal, pada tanah yang lapisan bawahnya (subsoil) mempunyai kandungan alumunium yang tinggi, dan pada tanah yang mudah longsor seperti grumusol (vertisol), (b) untuk tanaman-tanaman yang peka terhadap drainase lambat seperti tomat, kentang, cabe, perlu dibuat bedangan-bedengan tinggi pada bidang olah.
Foto 3. Dalam jangka panjang, meningkatkan kesuburan tanah
Sedangkan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi adalah: (a) di daerah-daerah tertentu, keterbatasan jumlah tenaga kerja / modal menyulitkan petani untuk mengadopsi teras bangku, (b) status lahan yang kurang pasti menyebabkan petani penyakap / penggarap lahan milik orang lain enggan mengadopsi bangunan jangka panjang seperti teras bangku karena mereka belum tentu menikmati keuntungan-keuntungan dalam jangka panjang, (c) tanaman penguat teras jenis semak / pohon dapat menyaingi tanaman semusim, menyebabkan tanaman penguat tersebut dibongkar petani, (d) petani yang tidak memiliki ternak pemakan rumput (ruminansia) enggan menanam rumput pada bibir / tampingan teras, (e) pada lahan yang buruk keadaan tanahnya, keuntungan pembuatan teras sangat kecil dibandingkan dengan investasinya



Teras Kebun
Gambar 7. Penampang Teras Kebun
Teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan. Pembuatan teras hanya dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada areal tersebut terdapat lahan yang tidak diteras dan biasanya ditutup oleh vegetasi penutup tanah. Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar jalur teras disesuaikan dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang terletak di antara dua teras yang berdampingan dibiarkan tidak diolah. (Sukartaatmadja, 2004).
Dalam Yuliarta, et. al., 2002, dijelaskan bahwa teras kebun merupakan bangunan konservasi tanah berupa teras yang dibuat hanya pada bagian lahan yang akan ditanami tanaman tertentu, dibuat sejajar kontur dan membiarkan bagian lainnya tetap seperti keadaan semula, biasanya ditanami tanaman penutup tanah. Teras ini dibuat pada lahan dengan kemiringan 10 – 30 %, tetapi dapat dilakukan sampai kemiringan 50 % jika tanah cukup stabil / tidak mudah longsor.
Gambar 8. Lahan sebelum diteras dan teras kebun yang telah ditanami
Dalam pembuatan teras kebun, persiapan di lapangan adalah: (a) patok induk dipasang mengikuti lereng dengan nomor kode 1, 2, dan seterusnya. Jarak antara dua patok induk disesuaikan dengan rencana jarak tanaman; pemasangan dimulai dari bagian atas lereng, (b) patok pembantu merupakan patok batas galian tanah, dengan nomor kode 1A, 1B dan seterusnya; dipasang di kanan kiri patok induk, demikian seterusnya. Untuk menentukan letak patok pembantu digunakan waterpass agar arahnya sejajar garis kontur. Jarak antara 2 patok sekitar 5 meter atau sesuai dengan rencana jarak tanam dalam lajur, (c) di bawah patok pembantu dipasang patok batas timbunan dengan nomor kode 1a, 1b, 1c, dan seterusnya yang sejajar dengan patok pembantu nomor kode 1A, 1B, 1C dan seterusnya. Jarak antara patok pembantu dan patok batas timbunan sekitar 1,5 meter dan jarak antara 2 batas timbunan 5 m.
Pelaksanaan pembuatan bangunan teras kebun adalah: (a) membuat batas galian dengan menghubungkan patok-patok pembantu melalui pencangkulan tanah, (b) menggali tanah di bagian bawah batas galian dan timbunkan ke bagian bawah sampai patok batas timbunan, (c) tanah urugan dipadatkan dan permukaan tanah dibuat miring ke arah dalam sekitar 1%, (d) di bawah talud dibuat selokan teras atau saluran buntu dengan panjang 2 m, lebar 20 cm dan dalam 10 cm (Yuliarti, et. al., 2004).
Teras Individu
Teras individu dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang direncanakan untuk areal penanaman tanaman perkebunan di daerah yang curah hujannya terbatas dan penutupan tanahnya cukup baik sehingga memungkinkan pembuatan teras individu.
Teras dibuat berdiri sendiri untuk setiap tanaman (pohon) sebagai tempat pembuatan lobang tanaman. Ukuran teras individu disesuaikan dengan kebutuhan masing – masing jenis komoditas. Cara dan teknik pembuatan teras individu cukup sederhana yaitu dengan menggali tanah pada tempat rencana lubang tanaman dan menimbunnya ke lereng sebelah bawah sampai datar sehingga bentuknya seperti teras bangku yang terpisah. Tanah di sekeliling teras individu tidak diolah (tetap berupa padang rumput) atau ditanami dengan rumput atau tanaman penutup tanah. (Sukartaatmadja, 2004).

Gambar 9. Penampang Teras Individu
Dalam pembuatan teras individu yang harus disiapkan adalah: (a) patok induk yang dipasang mengikuti lereng (tegak lurus kontur), dimana jarak antar patok disesuaikan dengan rencana jarak tanam, (b) patok pembantu yang menghubungkan 2 patok induk yang berdampingan pada ketinggian yang sama, masing-masing dipasang di kanan dan kiri patok induk.
Sedangkan pembuatan teras individu ini dilakukan dengan: (a) membuat batas galian dengan mencangkul tanah mulai dari bagian bawah patok pembantu melalui pencangkulan tanah dengan panjang 2 meter, (b) menggali tanah di bagian bawah batas galian dan timbunkan ke bagian bawahnya sehingga membuat bidang datar dengan panjang 2 meter dan lebar sekitar 1 meter atau disesuaikan dengan keperluan tiap jenis tanaman, (c) tanah urugan dipadatkan di bagian tepi khususnya di bawah lereng (bagian timbunan) dan diberi patok-patok penguat (trucuk), (d) tanah di sekeliling teras individu tidak boleh diolah, sebaiknya ditanami rumput.
Sumber :
http://intandita9d.blogspot.com
http://yohannessudarsono.blogspot.com
http://bebasbanjir2025.worldprss.com
www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-IV.pdf

BIOTEKNOLOGI SECARA UMUM DAN PERAN DALAM BIDANG PERTANIAN

I. BIOTEKNOLOGI SECARA UMUM

Bioteknologi didefinisikan sebagai penerapan prinsip – prinsip biologi, biokimia dan rekayasa organisme hidup seprti mikroba atau jasad hidup untuk menghasilkan barang atau jasa.
Ilmu yang mendasari bioteknologi adalah mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler, genetika, ilmu pangan, bioinformatika / elektronik dan komputer.
Bioteknologi ini berkaitan dengan reaksi biologis yang dilakukan oleh jasad hidup sebagai organisme yang memiliki organel sel, jaringan dan bahan molekul, seperti DNA, RNA, protein dan enzim.
Ada dua bioteknologi, yaitu bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Dalam bioteknologi konvensional penerapan teknik biologi molekulernya masih terbatas sedangkan pada bioteknologi modern ini penerapan biologi molekulernya sudah maju, seperti penggunaan alat yang sudah cangih sampai manipulasi dan rekayasas genetika dalam bidang pertanian.

Kemajuan dan penerapan bioteknologi tanaman pada tanaman pangan
Kemajuan dan penerapan bioteknologi tanaman tidak terlepas dari tanaman pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia termasuk kebutuhan nutrisi, kemajuan bioteknologi telah mewarnai trend produksi pangan dunia. Padi saat ini masih merupakan tanaman pangan utama dunia. Dengan demikian prioritas utama untuk teknik biologi molekuler dan transgenik saat ini masih diutamakan pada padi. Selain karena merupakan tanaman pangan utama, padi memiliki genom dengan ukuran sehingga dapat digunakan sebagai tanaman model utama. Selain padi tanaman pangan yang telah banyak mendapat sentuhan bioteknologi adalah kentang.
Golden Rice
Penerapan bioteknologi pada tanaman padi sebenarnya telah lama dilakukan namun menjadi sangat terdengar ketika muncul golden rice pada tahun 2001 yang diharapkan dapat membantu jutaan orang yang mengalami kebutaan dan kematian dikarenakan kekurangan vitamin A dan besi. Vitamin A sangat penting untuk penglihatan, respon kekebalan, perbaikan sel, pertumbuhan tulang, reproduksi, hingga penting untuk pertumbuhan embrionik dan regulasi gen-gen pendewasaan.
Luasan lahan pertanian yang semakin sempit mengakibatkan produksi perlahan harus ditingkatkan. Peningkatan ini tidak hanya berupa peningkatan bobot panen namun juga nutrisi atau nilai tambah. Oleh sebab itu dari suatu luasan yang sebelumnya hanya menghasilkan karbohidrat diharapkan dapat ditambah dengan vitamin dan mineral. Hal inilah yang mendorong para peneliti padi mengembangkan Golden Rice. Pada awalnya penelitian dilakukan untuk meningkatkan kandungan provitamin A berupa beta karoten, dan saat ini fokus penelitian tetap dilakukan.
Bioteknologi Tanaman Kentang
Tanaman pangan dunia yang tidak kalah penting adalah kentang. Seperti halnya padi, kentang juga menjadi komoditas utama yang menjadi obyek penerapan bioteknologi tanaman. Teknik bioteknologi saat ini telah banyak digunakan dalam produksi kentang. Baik dalam teknik penyediaan bibit, pemuliaan kentang, hingga rekayasa genetika untuk meningkatkan sifat-sifat unggul kentang. Dalam hal penyediaan bibit, saat ini teknik kultur jaringan telah banyak digunakan. Teknik kultur jaringan memungkinkan petani mendapatkan bibit dalam jumlah besar yang identik dengan induknya.
Teknik kultur jaringan juga dapat digunakan untuk menghasilkan umbi mikro (microtuber). Produksi kentang dari umbi mikro dan umbi konvensional menurut penelitian tidak berbeda nyata. Skema produksi bibit kentang melalui teknik kultur jaringan , Umbi mikro kentang Selain itu teknik kultur jaringan pada tanaman kentang juga bermanfaat terutama untuk preservasi in vitro, fusi protoplas dan membantu dalam seleksi pada skema pemuliaan tanaman. Untuk meningkatkan sifat ketahanan dan sifat lain pendekatan rekayasa genetika juga telah dilakukan melalui fusi protoplast dan tranformasi genetik.
Contoh pemanfaatan teknik transformasi agrobacterium pada tanaman kentang adalah dengan menyisipkan gen dari spesies liar yaitu Rpi-blb, Rpi-blb2 yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap Phytopthora infestans (Gambar 4). Kentang tersebut dinamakan dengan kultivar Kathadin. Contoh lain adalah kentang dengan kandungan pati yang tinggi yang dapat menghasilkan kentang goreng dan kripik kentang dengan kualitas yang lebih baik karena menyerap lebih sedikit minyak ketika digoreng. Kentang ini dirakit dengan rekayasa genetika dengan menginsert gen dari bakteri ke kentang Russet Burbank. Gen tersebut dapat meningkatkan kandungan pati umbi yang dihasilkan dan menurunkan penyerapan minyak sewaktu digoreng. Hal ini dianggap menguntungkan karena dapat menurunkan biaya produksi sekaligus lebih sehat bagi konsumen. Gambar 4. Uji lapangan kultivar Katahdin terhadap serangan Phytopthora infestans. Tampak Kathadin lebih tahan dibandingkan dengan kentang kontrol

Kemajuan dan penerapan bioteknologi tanaman pada tanaman hortikultura
Dengan semakin meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan arti penting kesehatan, kebutuhan akan produk-produk hortikultura sebagai sumber vitamin meningkat. Selain itu dari sisi kesehatan mental, kebutuhan produk hortikultura yang lain yaitu berbagai tanaman hias turut meningkat. Teknik kultur jaringan telah dimanfaatkan secara luas pada tahaman hortikultura, seperti perbanyakan klonal yang dikombinasikan dengan teknik bebas virus pada kentang, pisang, anggur, apel, pear dan berbagai jenis tanaman hias, serta penyelamatan embrio untuk mendapatkan tanaman hibrida dari hasil persilangan interspecies. Teknologi rekayasa genetika juga telah diaplikasikan pada tanaman hortiklutura. Sebagai contoh yang cukup terkenal adalah Tomat FlavrSavr. Tomat merupakan salah satu produk hortikultura utama. Seperti produk hortikultura pada umumnya, tomat memiliki shelf-life yang pendek.
Shelf-life yang pendek ini disebabkan dengan aktifnya beberapa gen seperti pectinase saat tomat mengalami kematangan. Dengan kondisi seperti ini, tomat sulit sekali untuk dipasarkan ke tempat yang jauh terlebih untuk ekspor. Biaya pengemasan sangat mahal seperti menyediakan box yang dilengkapi pendingin. Untuk mengatasi hal ini para peneliti di Amerika mencoba merekayasa kerja gen polygalacturonase (PG) yang berasosiasi dengan shelf-life tomat yaitu dengan menginsert antisense dari gen PG.


Dengan demikian shelf-life tomat menjadi lebih lama. Tomat ini dinamakan dengan FlavrSavr. Pada industri tanaman hias, teknik kultur jaringan telah digunakan secara meluas pada berbagai tanaman hias. Teknik kultur jaringan yang diaplikasikan mencakup kultur meristem, organogenesis dan somatic embryogenesis, konservasi, eliminasi patogen.
Sementara itu untuk meningkatkan keragaman dapat memanfaatkan adanya variasi somaklonal. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat tanaman hias kebanyakan dinilai dari segi estetika dan kelangkaannya, serta bentuk-bentuk baru seperti bentuk serta warna daun dan bunga, arsitektur tanaman, serta sifat-sifat unik tanaman tertentu. Teknik lain untuk keperluan ini adalah mutasi. Pada industri tanaman hias dalam pot sering digunakan Zat Pengatur Tumbuh untuk mengatur pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Contohnya adalah penggunaan retardan untuk membuat pertumbuhan menjadi pendek dan meroset.
Pemanfaatan rekayasa genetika pada tanaman hias berpotensi untuk menambahkan sifat-sifat baru yang unik. Contoh tanaman yang telah direkayasa antara lain krisan dan mawar dengan tingkat ketahanan dan vase life yang lebih tinggi. Somatic embryogenesis Euphorbia pulcherrima. Hasil variasi somaklonal pada spesies Anthurium
Kemajuan dan penerapan bioteknologi tanaman pada tanaman perkebunan
Bioteknologi juga diterapkan pada beberapa tanaman perkebunan seperti tebu, tembakau, kelapa sawit dan lain-lain. Hingga saat ini kapas merpuakan komoditas yang paling banyak mendapat sentuhan bioteknologi. Di Amerika, hingga saat ini tanaman transgenik yang paling banyak dilepas adalah kapas.
Kapas transgenik yang terkenal adalah kapas Bt (Bacillus thuringiensis). Dengan introduksi gen Bt ke tanaman kapas, tanaman kapas menjadi tahan terhadap hama yang disebabkan tanaman dapat memproduksi protein Bt-toxin. Bt pertama ditemukan tahun 1911 dan terdaftar sebagai biopestisida di Amerika Serikat tahun 1961.
Salah satu dari sekian banyak kerugian merokok adalah gangguan kesehatan karena kadar nikotin yang tinggi. Pendekatan bioteknologi dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan merakit tanaman tembakau yang bebas kandungan nikotin. Dengan cara ini perokok dapat terkurangi resiko gangguan kesehatannya.
Pada tahun 2001 jenis tembakau ini diklaim dapat mengurangi resiko serangan kanker akibat merokok. Selain bebas nikotin, sentuhan bioteknologi lain juga dilakukan untuk tanaman tembakau misalnya dengan meningkatkan aroma menggunakan gen aroma dari tanaman lain. Salah satu yang telah berhasil adalah menggunakan monoterpene synthase dari lemon.

II. BIOTEKNOLOGI DALAM BERBAGAI BIDANG
Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. Supriatna (1992 ) memberi batasan tentang arti bioteknologi secara lebih lengkap, yakni: pemanfaatan prinsip–prinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.



Bioteknologi Dalam Bidang Pertanian
Rifai (2001) mengatakan, penggunaan bioteknologi untuk menciptakan kultivar unggul seperti tanaman padi dan tanaman semusim sangat berguna untuk pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Karenanya, pengembangan bioteknologi diberbagai bidang perlu mendapat perhatian serius. Satu fakta yang tidak dapat dipungkiri akibat ketertinggalan negara kita mengembangkan bioteknologi adalah dimanfaatkannya plasma nutfah negara kita oleh negara lain. Durian bangkok dan mangga berwarna keunguan dari Australia adalah sebagian kecil contohnya.
Bioteknologi seperti transgenik dalam bidang pertanian pada dasarnya telah mulai dikembangkan, namun penolakan-penolakan dari berbagai pihak menyebabkan teknologi ini tidak pesat perkembangannya. Tanaman-tanaman pertanian yang telah berhasil meningkatkan produksi dan kualitas melalui transgenik antara lain kapas, jagung, dan lain-lain.
Pro dan kontra penggunaan tanaman transgenik ramai dibicarakan diberbagai media massa. Salah satu contohnya adalah kapas transgenik. Pihak yang pro, terutama para petinggi dan wakil petani yang tahu betul hasil uji coba di lapangan memandang kapas transgenik sebagai mimpi yang dapat membuat kenyataan, sedangkan Pihak yang kontra, sangat ekstrim mengungkapkan berbagai bahaya hipotetik tanaman transgenik (Tajudin, 2001).
Selain kapas, Setyarini (2000) memaparkan tentang kontroversi penggunaan tanaman jagung yang telah direkayasa secara genetik untuk pakan unggas. Kekhawatiran yang muncul adalah produk akhir unggas Indonesia akan mengandung genetically modified organism ( GMO ). Masalah lain yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak adalah potensinya dalam mengganggu keseimbangan lingkungan antara lain serbuk sari jagung dialam bebas dapat mengawini gulma-gulma liar, sehingga menghasilkan gulma unggul yang sulit dibasmi. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang pro mengatakan bahwa dengan jagung transgenik selain akan mempercepat swa sembada jagung, manfaat lain adalah jagung yang dihasilkan mempunyai kualitas yang hebat, kebal terhadap serangan hama sehingga petani tidak perlu menyemprot pestisida.
Bagaimana cara kita menyikapinya?, satu-satunya jalan adalah dengan melakukan beberapa tahapan pengujian, studi kelayakan, serta sistem pengawasan yang ketat oleh instansi yang berwenang. Disini, pihak peneliti memegang peranan penting dalam mengungkap dan membuktikan atau menyanggah berbagai kekhawatiran yang timbul.
Bioteknologi dalam Bidang Peternakan dan Perikanan
Penggunaan bioteknologi guna meningkatkan produksi peternakan meliputi : 1) teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi embrio, fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning dan spliting. 2) rekayasa genetika, seperti genome maps, masker asisted selection, transgenik, identifikasi genetik, konservasi molekuler, 3) peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasi mikroba rumen, dan 4) bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner (Gordon, 1994; Niemann dan Kues, 2000).
Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah a) transfer embrio berupa teknik Multiple Ovulation and Embrio Transfer (MOET). Teknik ini telah diaplikasikan secara luas di Eropa, Jepang, Amerika dan Australia dalam dua dasawarsa terakhir untuk menghasilkan anak (embrio) yang banyak dalam satu kali siklus reproduksi. b) cloning telah dimulai sejak 1980an pada domba. Saat ini pembelahan embrio secara fisik (spliting) mampu menghasilkan kembar identik pada domba, sapi, babi dan kuda. c) produksi embrio secara in vitro; teknologi In vitro Maturation (IVM), In Vitro Fertilisation (IVF), In Vitro Culture (IVC), telah berkembang dengan pesat. Kelinci, mencit, manusia, sapi, babi dan domba telah berhasil dilahirkan melalui fertilisasi in vitro (Hafes, 1993).
Di Indonesia, transfer embrio mulai dilakukan pada tahun 1987. Dengan teknik ini seekor sapi betina, mampu menghasilkan 20-30 ekor anak sapi (pedet) pertahun. Penelitian terakhir membuktikan bahwa, menciptakan jenis ternak unggul sudah bukan masalah lagi. Dengan teknologi transgenik, yakni dengan jalan mengisolasi gen unggul, memanipulasi, dan kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain, maka ternak unggul yang diinginkan dapat diperoleh. Babi transgenik, di Princeton Amerika Serikat kini sudah berhasil memproduksi hemoglobin manusia sebanyak 10 – 15 % dari total hemoglobin manusia, bahkan laporan terakhir mencatat adanya peningkatan persentasi hemoglobin manusia yang dapat dihasilkan oleh babi transgenik ini.
Dalam bidang perikanan, kebutuhan adanya penerapan teknologi sangat dinantikan, mengingat adanya penangkapan ikan yang melebihi potensi lestari (over fishing), banyaknya terumbu karang yang rusak dan dengan adanya peningkatan konsumsi ikan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sarwono mengakui adanya kebutuhan penerapan teknologi, tetapi ia juga mengakui adanya ketakutan pada dampak penerapan teknologi tinggi.
Penelitian bioteknologi dalam bidang perikanan, di utamakan pada tiga kelompok, yaitu: akuakultur, pemanfaatan produksi alam, dan prosesing bahan makanan yang bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan bioteknologi dibidang akuakultur meliputi seleksi, hibridasi, rekayasa kromosom, dan pendekatan biologi molekuler seperti transgenik sangat dibutuhkan untuk menyediakan benih dan induk ikan.
Pada akuakultur, program peningkatan sistem kekebalan ikan telah dilakukan dengan menggunakan vaksin, imunostimulan, probiotik, dan bioremediasi. Vaksin dapat memacu produksi antibiotik specifik dan hanya efektif untuk mencegah satu patogen tertentu. Imunostimulan merupakan teknik meningkatkan kekebalan yang non specifik, misalnya lipopolysaccharide dan B-glucan yang telah diterapkan untuk ikan dan udang di Indonesia. Probiotik diaplikasikan pada pakan atau dalam lingkungan perairan budidaya sebagai penyeimbang mikroba dalam pencernaan dan lingkungan perairan .
Pada tahun 1980 penelitian transgenik pada ikan telah dimulai dengan mengintroduksi gen tertentu kepada organisme hidup lainnya serta mengamati fungsinya secara in vitro. Dalam teknik ini, gen asing hasil isolasi di injeksi secara makro ke dalam telur untuk memproduksi galur ikan yang mengandung gen asing tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan ikan transgenik, yaitu: 1) isolasi gen (clone DNA) yang akan diinjeksi pada telur, 2) Identifikasi gen pada anak ikan yang telah mendapatkan injeksi gen asing tadi, dan 3) keragaman dari turunan ikan yang diinjeksi gen asing tersebut.





Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan dan Pengobatan
Suatu terobosan baru telah dilakukan di Colorado AS. Pasangan Jack dan Lisa melakukan program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun dan menderita penyakit fanconi anemia (Gatra, 2000). Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencakokkan sumsum tulang dari saudara sekandung, tetapi masalahnya, Molly adalah anak tunggal. Teknologi bayi tabung diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik “Pra Implantasi genetik diagnosis” dapat dideteksi embrio-embrio yang membawa gen fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1 embrio yang terbebas dari gen fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan. Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000 yang lalu, dan beberapa jam setelah lahir, diambil sampel darah dari umbilical cord (pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan placenta) untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/02201/wm_nalley.htm
http://bioteknologitanaman.blogspot.com/2008/09/bioteknologi-tanaman.html
http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidang-bioteknologi-pada-tanaman/

PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytophthora)PADA TANAMAN KAKAO

PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytophthora)PADA TANAMAN KAKAO
1.Phytophthora spp
Phytophthora spp merupakan marga yang terpenting dalam dunia jamur. Bagian vegetative jamur pada umumnya berupa benang-benang halus memanjang, bersekat (septa) atau tidak, disebut hifa. Kumpulan benang-benang hifa disebut miselium. Hifa bercabang-cabang atau tidak, tebalnya 0.5-100 µm. demikian pula pada seluruh selium mungkin hanya memiliki beberapa µm, tetapi dapat pula membentuk lapisan atau benang-benang besar yang panjangnya bermeter-meter.
Konidiofore terbentuk secara bebas, ujungnya terletak hialid secara langsung terdapat satu lapisan sel penyangga, konidia berangkai, banyak sekali dan keseluruhan merupakan kapala yang built, sering kali berwarna jika banyak jumlahnya terletak dengan sterigmata primer.

2.Penyakit Busuk Buah (Phytophthora)
Phytophthora palmivora merupakan patogen yang menyebabkan penyakit gugur buah dan busuk pucuk pada tanaman kelapa dan penyakit busuk buah dan kanker batang pada tanaman kakao. Seperti penjelasan oleh seorang ahli ia adalah Ir. Asni Ardjanhar, MP (peneliti BPTP Sulawesi Tengah). Asni mengatakan bahwa penyebab penyakit busuk buah adalah karena adanya jamur Phytophthora palmivora. Penyakit ini ditandai dengan adanya pembusukan pada buah disertai bercak coklat kehitaman dengan batas yang tegas. Serangan biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah. Perkembangan bercak coklat cukup cepat sehingga dalam waktu beberapa hari seluruh permukaan buah menjadi busuk, basah, dan berwarna coklat kehitaman. Pada kondisi lembab di permukaan buah akan muncul serbuk berwarna putih. Serbuk ini adalah spora Phytophthora palmivora yang sering kali bercampur dengan jamur sekunder (jamur lain)

Buah kakao yang terkena penyakit busuk buah

3.Penyebaran
Jamur Phytophthora palmivora menyebar dari satu buah ke buah yang lain melalui beberapa cara, terutama melalui percikan air hujan, hubungan langsung antara buah sakit dan buah sehat, dan melalui perantaraan hewan. Asni juga mengatakan bahwa percikan air hujan merupakan agen penyebar penyakit yang palig penting. Percikan air hujan dapat menyebarkan spora jamur Phytophthora palmivora dari buah sakit ke buah sehat atau spora yang berasal dari tanah ke buah.
Hewan juga dapat menyebarkan penyakit ke tempat yang lebih tinggi dan lebih jauh. Karena hewan dapat berpindah tempat dengan mudah. Salah satu jenis hewan yang paling berperan dalam pernyebaran penyakit adalah semut. Selain itu, ada hewan penyebar lain seperti tikus, tupai dan bekicot.
Selain menyerang buah, jamur ini juga dapat menyerang batang. Jamur ini dapat berkembang dengan baik pada kondisi lingkungan yang lembab. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan iklim mikro di kebun agar kelembaban di kebun tidak tinggi dengan melakukan pemangkasan, baik pemangkasan tanaman maupun pohon pelindung.


4.Pengendalian
Pengendalian terhadap penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora adalah
a.Penanaman klon tahan



b.Sanitasi dilakukan dengan pemetikan buah busuk kemudian dibenam ke dalam tanah dengan perlakuan urea 300 gr di campur kapur pertanian 300 gr dengan ditambah 5 liter air, dan cara pengaplikasianya dengan membuat lubang, lalu masukan 100 buah busuk, kemudian ditaburi kapur pertanian, lalu di siram urea cair, selanjutnya di tutup dengan tanah setebal 20 cm.
c.Pemakaian fungisida sebagai tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara menyemprot buah sehat dengan fungisida Nordox, dengan volume semprot 500 liter/hektar. Penyemprotan dilakukan saat buah telah berumur rata-rata 3 bulan atau panjang buah sekitar 10 cm.
d.Mengatur lingkungan agar kelembabannya tidak terlalu tinggi, dengan cara pengaturan nauangan dan tanamannya sendiri (pemangkasan), untuk daerah yang sering terjadi genangan air perlu dilakukan pengaturan drainase.
e.Pemangkasan yang dimaksud adalah pemangkasan pemeliharaan yang dilakukan dengan tujuan mengurangi sebagian daun yang rimbun di tajuk tanaman dengan cara memotong ranting-ranting yang terlindung dan yang menaungi, mengurangi daun yang menggantung.
mengendalian busuk buah harus dilakukan secara terpadu dengan prinsip meminimalkan pemakain bahan kimia. Bahan kimia hanya dapat digunakan bila tidak ada alternatif lain.

PEMBUKAAN LAHAN KELAPA SAWIT UNTUK PERBAIKAN TARAF HIDUP RAKYAT DAN ISU PEMANASAN GLOBAL : PENDEKATAN UTILITARIAN PADA AGRIBISNIS

PEMBUKAAN LAHAN KELAPA SAWIT UNTUK PERBAIKAN TARAF
HIDUP RAKYAT DAN ISU PEMANASAN GLOBAL :
PENDEKATAN UTILITARIAN PADA AGRIBISNIS
Evi Thelia Sari
Dosen Jurusan IBM Fak.Ekonomi Univ.Ciputra dan Mahasiswa Program Master of Arts in
Agribusiness Management, PSU, Hatyai, Thailand
Chandra Wijaya
Mahasiswa Jurusan IBM Fak. Ekonomi Univ. Ciputra, Surabaya
ABSTRAKSI
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat bermanfaat bagi peningkatan devisa Indonesia dan taraf hidup masyarakat. Sebagai produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia pada tahun 2006 dan memiliki lahan kelapa sawit terluas di dunia, Indonesia menjadi sorotan pemerhati lingkungan, khususnya dalam hal isu pemanasan global. Sementara di Indonesia sendiri, kelapa sawit memiliki peranan sangat penting bagi pengembangan daerah tertinggal dan penciptaan lapangan kerja (Chandran, 2008). Salah satu isu etika dalam agribisnis menurut Schroder dan Muschamp (2000), adalah mengenai lingkungan, yaitu berkenaan dengan kemakmuran atau keberlangsungan generasi sekarang dan yang akan datang, dan berkenaan dengan keberlangsungan spesies non-manusia. Paper ini akan membahas secara konseptual mengenai analisis pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan isu pemanasan global berdasarkan pendekatan utilitarian. Diharapkan melalui pembahasan dalam paper ini, industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu merespon dengan tepat isu pemanasan global yang gencar diarahkan terhadap program pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit sebagai langkah awal dalam memulai bisnis kelapa sawit demi memajukan perekonomian masyarakat daerah tertinggal.
Kata kunci: etika dalam agribisnis, pendekatan utilitarian, pemanasan global, lahan perkebunan kelapa sawit
PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang menjadi primadona Indonesia saat ini karena menjadi sumber penghasil devisa non migas. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Selama 14 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 2,35 juta ha, yaitu dari 606.780 ha pada tahun 1986 menjadi hampir 3 juta ha pada tahun 1999. Dan pada tahun 2004 luas area lahan sawit di Indonesia berkembang menjadi 3.320.000 ha. (ISTA Mielke, 2004). Hal ini disebabkan prospek yang sangat cerah untuk bisnis kelapa sawit, karena kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam mulai dari produk makanan, produk kimia sampai dengan bahan dasar penghasil energi. Seiring dengan kenaikan harga minyak konvensional dunia yang mencapai US$ 143 per barel pada Juli 2008 dan akan cenderung meningkat pada waktu-waktu mendatang, membuat negara-negara di dunia mencari material dasar lain untuk sumber energi. Salah satu pilihannya adalah bio diesel, yang diproduksi utamanya dari kelapa sawit. Meski pada beberapa kurun waktu belakangan ini, bio fuel juga dapat diproduksi dari tanaman jarak dan beberapa komoditas pertanian lainnya. Akan tetapi agaknya, yang lebih populer di mata konsumen bio energi adalah kelapa sawit. Hal ini yang akhirnya mendorong Indonesia untuk terus membuka lahan baru bagi kelapa sawit. Efek dari pembukaan lahan ini dinilai bagus untuk masyarakat sekitar perkebunan, terlepas dari efek lingkungan yang mengikuti pembukaan lahan. Dampak positif dari pembukaan lahan sawit adalah penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat sekitar perkebunan, dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dalam hal produk-produk dari kelapa sawit, seperti produk makanan, oleokimia seperti sabun, deterjen, dan juga komestik, juga kebutuhan akan energi Meski demikian beberapa aliansi pecinta lingkungan seperti Walhi, WWF, dan Green Force, agaknya cukup gerah dengan rencana pemerintah Indonesia membuka lahan baru kelapa sawit. Dengan alasan, pembukaan lahan kelapa sawit baru berarti memberikan kontribusi terhadap kerusakan lingkungan utamanya dalam hal pemanasan global. Dimulai daripengembangan areal perkebunan kelapa sawit yang utamanya dibangun pada areal hutan konversi padahal lahan kritis di Indonesia sudah mencapai 30 juta hektar akibat eksploitasi hutan untuk berbagai keperluan (Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan, 2000), sampai dengan dampak yang lebih jauh terhadap pemanasan global akibat kenaikan temperatur dunia karena tidak adanya penahan CO2 yang biasanya terserap oleh zat hijau daun atau tumbuh-tumbuhan, padahal semakin banyak jumlah penduduk dunia, semakin banyak energi yang dikeluarkan oleh manusia dan menghasilkan CO2 (Reinhardt, 2007). Apalagi, justru pembukaan lahan sawit ada pada hutan konversi atau hutan lindung yang memiliki jumlah pepohonan paling banyak dan memiliki banyak manfaat terhadap ekosistem sekitarnya.
Pemerintah Indonesia agaknya memiliki dilema terlepas dari benar atau tidaknya ’tuduhan’ bahwa Indonesia memiliki kontribusi terhadap pemanasan global. Di satu sisi, pemerintah berkewajiban memakmurkan rakyatnya, dan salah satunya dengan pembukaan lahan sawit, untuk memakmurkan masyarakat sekitar lokasi perkebunan, tetapi di sisi lain, isu pemanasan global akibat pembukaan lahan sawit tidak bisa di diamkan begitu saja. Apapun jenis bisnis yang dikembangkan pemerintah, bahkan agribisnis sekalipun, diharapkan tetap memperhatikan nilai-nilai etika dan tanggung jawab sosial.
Salah satu paham etika yang digunakan pada paper ini adalah utilitarian ethics atau etika konsekuensi atau teleology, yang menitik beratkan pada sisi outcomes dari perilaku etis daripada motivasi melakukan sesuatu (Schroder & Muschamp, 2000). Paper ini akan membahas secara konseptual mengenai analisis pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan isu pemanasan global berdasarkan pendekatan utilitarian. Jadi dalam paper ini nantinya akan dibahas mengenai nilai etika utilitarian pada aktivitas pembukaan lahan kelapa sawit, apakah konsekuensi dari pembukaan lahan kelapa sawit itu bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat setempat atau kah justru merugikan. Diharapkan melalui pembahasan dalam paper ini, industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu merespon dengan tepat isu pemanasan global yang gencar diarahkan terhadap program pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia, sementara pembukaan lahan sawit adalah langkah awal dalam memulai bisnis kelapa sawit demi memajukan perekonomian masyarakat daerah tertinggal. Pada akhir paper ini akan disertakan pula usulanThe usulan teoritis yang mungkin dapat dilakukan oleh para pengambil kebijakan utamanya pemerintah Indonesia dalam hal kelapa sawit.

PEMBAHASAN
Perkebunan kelapa sawit
Di Indonesia, kelapa sawit sangat penting bagi pengembangan daerah tertinggal dan penciptaan lapangan kerja. Pemerintah terus menerus menyesuaikan kebijakan untuk meningkatkan daya tarik investasi. Tetapi kendala yang muncul dan memakan waktu yang lama adalah pengembangan infrastruktur, keterbatasan tenaga ahli dan konflik-konflik tanah, social dan lingkungan (Chandran, 2008). Indonesia memiliki 30-60 juta jiwa bergantung pada hutan selain itu 10% hutan yang masih tersisa di dunia ada di Indonesia dihuni oleh 10% spesies tanaman, 12% mamalia, 16% reptil, dan 17% unggas yang ada di dunia. Selain itu, dari 11 juta ha lahan sawit di dunia, 6 juta ha berada di Indonesia. Bisa dimaklumi jika pecinta lingkungan menuding Indonesia sebagai biang pemanasan global akibat dampak negatif dari pembukaan lahan kelapa sawit. Padahal pemerintah Indonesia masih memiliki target lahan dua kali lipat dari jumlah sekarang pada tahun 2020 (Yuwono, et al., 2007).
Pengembangan sawit menyebabkan kerusakan hutan tropis dan pelepasan emisi karbon yang sangat besar karena pengelolaan lahan gambut dan kebakaran hutan. Pengelolaan lahan gambut dan deforestasi untuk kelapa sawit harus diperhatikan dengan seksama. Mengingat di Asia lahan gambut ditumbuhi hutan di Asia Tenggara 20 juta ha. Dampak pengelolaan lahan gambut antara lain drainase untuk pertanian dan kehutanan yang dikaitkan dengan kebakaran hutan, penyusutan gambut, infrastruktur dan polusi (Chandran, 2008). Hal ini terjadi karena dalam kegiatan pembukaan lahan (land clearing) untuk membangun perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan cara membakar agar cepat dan biayanya murah.
Salah satu bukti nyata adalah pada saat terjadi bencana nasional kebakaran hutan tahun 1997 media masa nasional melaporkan bahwa dari 176 perusahaan yang dituduh melakukan pembakaran hutan dalam pembukaan lahan, terdapat 133 perusahaan perkebunan (Down to Earth, 1997). Oleh karena itu, pembangunan perkebunan kelapa sawit turut bertanggung jawab sebagai salah satu penyebab utama bencana kebakaran hutan dan lahan seluas 10 juta hektar pada tahun 1998/97. Total kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1997/98 diperkirakan mencapai US$ 9,3 milyar (Bappenas, 2000). Selain itu ditengarai para investor lebih suka untuk membangun perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan konversi karena mereka mendapatkan keuntungan besar berupa kayu IPK (Ijin Pemanfaatan Kayu) dari areal hutan alam yang dikonversi menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Kayu IPK sangat dibutuhkan oleh industri perkayuan di Indonesia, terutama industri pulp dan kertas, khususnya setelah produksi kayu bulat yang berasal dari hutan alam produksi. Melihat kenyataan yang demikian agaknya kegiatan konversi hutan untuk pembangunan areal perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu sumber pengrusakan (deforestasi) hutan alam Indonesia, dan sekaligus menjadi ancaman terhadap hilangnya kekayaan keanekaragaman hayati yang terdapat dalam ekosistem hutan hujan tropis Indonesia, serta menyebabkan berkurang/hilangnya habitat satwa liar. Belum lagi akibat terhadap kenaikan temperatur suhu dunia yang memanas (global warming). Sebagai informasi, laju deforestasi hutan Indonesia pada periode tahun 1985-1998 tidak kurang dari 1,6 juta hektar per tahun (Dephutbun, 2000).
Pemanasan Global
Dalam jangka waktu panjang penebangan hutan untuk lahan sawit khususnya, atau untuk aktivitas lainnya, akan menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan karena praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit ternyata seringkali menjadi penyebab utama bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Hal ini menyebabkan pelepasan CO2 yang lebih besar ke udara, tanpa mampu terserap dengan baik, karena tumbuhan hijau yang menyerapnya telah musnah diperparah dengan semakin banyaknya CO2 yang dilepaskan karena pembakaran yang lebih banyak. Bagaimanapun juga, hal ini menyebabkan perubahan iklim mengancam elemen dasar menausia di dunia seperti akses terhadap air, makanan, kesehatan, penggunaan lahan dan lingkungan (Stern, 2007). Pembakaran yang melepaskan emisi CO2 menyebabkan pemanasan global yang diakibatkan oleh naiknya temperatur dunia. Kenaikan temperatur dunia ini dapat mencapai 2-3 oC dalam waktu 50 tahun ke depan, dan akan mengakibatkan kekeringan dan banjir (Stern, 2007: 65). Beberapa akibat dari kenaikan temperatur ini antara lain:
• Melelehnya glacier atau bukit es di kutub. Hal ini menyebabkan resiko bangjir selama musim hujan dan mengurangi persediaan air pada musim kemarau bagi 1/6 penduduk dunia, utamanya di India, sebagian Cina dan Andes di Amerika Selatan.
• Berkurangnya lahan tanaman, terutama di Afrika yang bisa jadi akan menyebabkan ratusan juta orang tidak mampu memproduksi atau membeli makanan dengan cukup.
• Kerusakan pada laut, merupakan effect langsung pada peningkatan karbondioksida dan akan menghasilkan efek pada ekosistem dan akibatnya akan mengurangi stok hasil laut, utamanya ikan.
• Naiknya volume air laut, jika pemanasan global mencapai 3-4 oC makan tiap tahun manusia akan mengalami banjir.
• Peningkatan angka kematian akibat mal nutrisi dan hawa panas
• Pada pertengahan abad ini, 200 juta orang lebih akan mengalami ’permanently displaced’
• akibat jangka panjang dari kenaikan volume air laut, yaitu banjir, kekeringan atau tanah longsor.
• Ekosistem akan terpengaruh, utamanya sekitar 15-40% spesies akan punah dengan pemanasan 2oC.
Melihat dari dampak jangka panjang pemanasan global yang cukup ’mengerikan’ ini, setidaknya pemerintah Indonesia harus mengambil sikap atau jalan tengah. Jika di satu sisi pembukaan lahan sawit harus dilakukan demi peningkatan kemakmuran rakyat, dan di sisi lain malah memberikan dampak-dampak tersebut, maka pemerintah, entah benar atau tidaknya ’tuduhan’ greenist atau pecinta lingkungan bahwasanya lahan sawit menyebabkan pemanasan global, harus berusaha untuk menyikapi secara benar dan arif serta membuat keputusan yang tepat yang tidak merugikan masyarakat dan lingkungan.
Etika Dalam Agribisnis
Pada umumnya orang menganggap pertanian adalah sebuah usaha yang secara kasat mata dinilai etis karena produk-produknya yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Produk pertanian berupa bahan makanan sangat diperlukan oleh umat manusia, karena makanan merupakan kebutuhan pokok manusia di belahan dunia manapun. Tetapi etika sendiri tidak bias dilihat dari satu sisi motivasi saja. Kita perlu melihat dampak dari usaha pertanian itu sendiri apakah dampaknya selalu berguna dan aman bagi manusia atau tidak. Mungkin selama ini tidak terpikirkan bagaimana pengusahaan lahan untuk pertanian dan dampaknya bagi ekosistem dan bagaimana dampak pemakaian pupuk pada tanah, air dan udara.
Fungsi bisnis secara mikro maupun makro sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab soal (Sukardi dan Sari, 2007). Pada masa mendatang sebuah bisnis yang memiliki etika yang baik akan mendapatkan keuntungan bukan hanya bagi dirinya sendiri, melainkan juga bagi lingkungan sekitarnya seperti konsumen, masyarakat, supplier dan kreditur. Kata ’etika’ sendiri berasal dari ’ethos’ dan diterjemahkan dari bentuk jamak dari ’ethos’ yaitu ta etha yang diartikan oleh Aristoteles (384-322 SM) untuk menunjukkan bahwa etika adalah filsafat moral. Pendeknya, etika adalah ilmu yang secara khusus menyoroti perilaku manusia dari segi moral, bukan dari fisik, etnis dan sebagainya (Sukardi dan Sari, 2007). Nilai-nilai dalam etika ini berlaku secara universal. Etika bisnis sendiri memiliki definisi yang beragam, tetapi memiliki pengertian yang sama, yaitu tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis. Ada pula yang mendefinisikannya sebagai batasan-batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari nilai-nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan dalam setiap aktivitasnya (Amirullah dan Imam Hardjanto, 2005). Dalam menganalisa etika dalam bisnis atau dalam bidang lain, termasuk agribisnis, setidaknya ada dua macam tipe kategori masalah etika (Nash, 1990), yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I menyatakan tidak ada konsensus pada isu-isu etika dari suatu tindakan. Contohnya, modifikasi genetika pada tanaman atau penggunaan binatang pada penelitian bio medis. Sedangkan pada tipe II, mengandung konsensus umum mengenai norma yang sesuai, standar atau tindakan tertentu, tapi masyarakat cenderung melanggar konsensus, seperti pada kasus pencemaran limbah pada aliran sungai. Semua orang mengetahui kalau hal tersebut tidak dapat dibenarkan secara hukum maupun moral, karena merugikan masyarakat banyak, apalagi air adalah kebutuhan pokok manusia. Tetapi mengapa masih ada yang melanggar dan melakukan pencemaran? pertanyaan seperti ini muncul pada masalah tipe II.
Pada agribisnis kelapa sawit, masalah tipe I terdapat pada kasus yang menjadi topik paper ini, yakni penggunaan hutan konversi untuk pembukaan lahan baru kelapa sawit, sementara kelapa sawit sangat diperlukan oleh manusia. Menurut James (2002), pertanian merupakan contoh masalah etika tipe I, yakni adanya konflik antara teori utilitarian dan deontologi.
Mengenai boleh atau tidaknya suatu tindakan dilakukan karena suatu tindakan akan membawa efek bagi pihak lain. Bahkan ekstrimnya, pertanian itu harus dibatasi sedemikian rupa agar tidak membahayakan lingkungan, mengingat ketika memulai mengusahakan pertanian, maka akan timbul persoalan baru, seperti pembebasan lahan dan penggunaan pestisida yang dapat mencemari tanah, air dan udara meski pertanian berguna untuk menghasilkan makanan bagi manusia.
Tipe I semakin menguat dengan adanya dua teori etika yang dominan, yakni utilitarian dan deontologi (James, 2000). Dari sisi utilitarian, suatu tindakan dikatakn etis apabila total kemakmuran yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari pada total kemakmuran yang dapat dihasilkan oleh perlaku tindakan pada posisi yang sama. Dalam bisnis kelapa sawit, jika pembukaan lahan membawa kemakmuran yang lebih besar dari semua pihak dibandingkan jika tidak dilakukan pembukaan lahan sawit. Kontroversi pembukaan lahan sawit yang terus menerus dan ditengarai menimbulkan pemanasan global merupakan ciri khas tipe I.
Pada tipe II, masalah etika akan muncul ketika suatu pihak/individu memiliki insentif untuk melanggar etika yang ada. oleh sebab itu biasanya masalah tipe II ini muncul setelah masalah tipe I terpecahkan, dimana masalah tipe I adalah menitikberatkan pada konsensus, sementara pada tipe II adalah salah satu konsistensi dan kepatuhan. Tipe II tidak memperhatikan konflik perspektif antar individu tetapi lebih ke arah adanya insentif tertentu terhadap pelanggaran suatu norma etika. Tipe II lebih mudah dipahami ketika kita mengenali bahwa perilaku etis dipengaruhi oleh faktor individu dan institusi. Pada tingkat individu etika dipengaruhi oleh sensitivitas, nilai personal dan perkembangan moral seseorang, sejalan dengan sikap, kepercayaan dan keinginannya. Sedangkan pada tingkat institusional, perilaku etis dipernfaruhi oleh kondisi faktor eksternal terhadap individual seperti struktur organisasi formal, perangkat hukum, budaya informal dan mekanisme peraturan.
Masalah bisnis yang diangkat pada paper ini adalah agribisnis kelapa sawit yang difokuskan pada pembukaan lahan sawit berkaitan dengan isu pemanasan global. Masalah etik tipe I pada kasus ini adalah konflik perspektif mengenai dampak pembukaan lahan sawit. Pada beberapa pihak berpendapat, pembukaan lahan sawit hanya akan mengurangi jumlah hutan konversi di Indonesia. Karena pembukaan lahan sawit biasanya menggunakan system pembebasan lahan konversi. Sejalan dengan hal tersebut, kurangnya hutan konversi mengakibatkan dampak negatif yang langsung dan tidak langsung bagi masyarakat sekitarnya dan juga bagi masyarakat di luar lokasi. Hutan yang telah ditebang, tidak mampu lagi menjadi penyimpan air saat hujan turun, sehingga timbullah banjir dan tanah longsor, akibat tidak adanya pohon-pohon sebagai penahan. Dalam jangka panjang, kurangnya jumlah hutan konversi tersebut akan mengakibatkan naiknya temperatur dunia karena pelepasan karbon dioksida tidak terbendung lagi dan tidak mampu diserap oleh tumbuhan. Sementara itu pihak yang setuju dengan pembukaan lahan baru kelapa sawit berpendapa bahwa lahan baru tersebut akan memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, sehingga meningkatkan peluang untuk mendapatkan tambahan penghasilan sehingga dalam jangka panjang akan meningkatkan angka kemakmuran rakyat. Belum lagi, tren bisnis kelapa sawit yang konsisten pada tingkat yang tinggi, akan merangsang pemerintah untuk meningkatkan hasil produksi kelapa sawit sehingga volume ekspor kelapa sawit dan produk-produk turunannya meningkat. Selain itu, penggunaan bio fuel kelapa sawit mampu menggantikan energi dari fosil yaitu minyak dan gas bumi yang belakangan harganya di pasaran dunia meningkat tajam. Dari konflik yang terjadi pada tipe I, agaknya akan diikuti oleh tipe II, yakni jika pembukaan lahan hutan konversi untuk lahan kelapa sawit menimbulkan dampak negatif yang cukup ’mengerikan’ dibandingkan dampak positif yang sepertinya menguntungkan tetapi pada kenyataannya hanya segelintir orang yang mampu menikmatinya, mengapa permbukaan lahan sawit sepertinya terus berlangsung di Indonesia? Mengenai hal ini, rupanya, insentif dasar pertimbangan untuk jawaban permasalahan tipe II telah berlangsung pada level institusional, yakni negara atau pemerintah Indonesia. Pemerintah sepertinya lebih memilih memanfaatkan tren pasar dunia terhadap komoditi kelapa sawit daripada memusingkan masalah lingkungan yang dapat rusak karena pembukaan lahan sawit yang terus menerus. Insentif yang diterima pemerintah dari ’perusakan’ lingkungan ini tentu saja berupa rupiah yang terus mengalir dari peningkatan volume ekspor kelapa sawit. Selain itu berkembangnya sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR-Bun dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta. Hal ini yang menambah keyakinan bahwa ke depan, pembukaan lahan sawit baru akan terus berlangsung.


Pendekatan Utilitarian
Etika menurut Schoerder dan Muschamp (2005) memiliki empat pendekatan, yaitu :
- Utilitarianism (teleology/consequentism)
- Deontology
- virtue ethics
- Rights Ethics
Akan tetapi dari ke empat pendekatan atau teori tersebut yang terbesar adalah utilitarian dan deontologi. Maka dalam paper ini hanya akan dijelaskan kedua teori tersebut dan selanjutnya akan menggunakan teori utilitarian untuk membahas masalah yang diangkat dalam paper. Utilitarian merupakan pendekatan atau teori etika yang memusatkan pada hasil dari perilaku etis daripada motivasi yang mendorong dikalkukannya suatu aktivitas tertentu. Ada tiga hal yang menimbulkan teori utilitarian, yakni:
- Karena kita tidak dapat mengetahu pasti hubungan antara tindakan dan konsekuensinya
- Tradeoff atau konflik memang perlu ada
- Dalam masyarakat Barat, kita menerima bahwa semua individu sesungguhnya
memiliki hak asasi termasuk hak untuk hidup dan hal ini tidak dapat dilanggar bahkan apabila ada tawaran peningkatan kemakmuran. Kelebihan dari teori utilitarian ini adalah bahwa teori ini tidak bias dan tidak bersifat pribadi karena prinsip maksimisasi utilitas menghendaki pelaku tidak mementingkan salah satu pihak di atas pihak yang lainnya, serta untuk dunia manajerial, hal ini berkaitan erat dengan analisis keputusan mengenai akibat keputusan bisnis bagi stakeholder. Sedangkan teori deontologi yang berasal dari Immanuel Kant (1724-1804) memiliki cirri khas fokus pada individual. Sistem deontologi dibangun dari tiga dasar, yaitu rules, duties, dan rights atau hukum, kewajiban dan hak. Kant berpendapat bahwa tiap orang memiliki maxim atau hukum yang sama karena dibatasi oleh prinsip kesemestaan (Would I want every one to behave in the same manner?) dan prinsip timbal balik (Would I want that rule applied to me?). Tetapi kritikus terhadap teori mengungkapkan kelemahan deontologi antara lain:
- tidak mampu menjelaskan hal tertentu yang harus dihormati
- tidak memberikan hubungan yang jelas antara hak dan kewajiban
- tidak menjelaskan hak-hak yang diprioritaskan
- tidak memberikan bimbingan pada lingkungan, hal-hal yang melanggar aturan atau hak
Paper ini menggunakan teori utilitarian karena pendekatannya tidak bias dan tidak bersifat pribadi , sehingga ketika membahas etika bisnis, analisis yang dihasilkan akan lebih umum dan tidak individual. Selain itu maslah yang timbul dalam agribisnis merupakan dampak atau akibat dari suatu aktivitas, sehingga lebih tepat menggunakan teori utilitarian. Pembukaan lahan sawit dan isu pemanasan global, terlepas dari benar-tidaknya isu tersebut, apabila kasus ini ditinjau dari sisi utilitarian, maka sebenarnya tindakan membuka lahan sawit tersebut adalah tidak etis. Hal ini dikarenakan teori utilitarian menghendaki adanya keuntungan atau kemakmuran yang dihasilkan dari suatu aktivitas yang lebih besar daripada aktivitas lainnya. Sementara pembukaan lahan kelapa sawit dengan menggunakan hutan konversi agaknya malah akan memperparah kondisi masyarakat sekitarnya dalam jangka pendek, dan dalam jangka panjang akan membawa bencana ekosistem bagi seluruh umat di dunia melalui pemanasan global. Meski pada sisi yang positif masih bisa kita lihat manfaat lahan kelapa sawit seperti yang telah di sebutkan pada bagian lain paper ini.


KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dari pembahasan di atas, tampak nya sulit bagi pihak berwenang untuk mengambil keputusan yang etis. Meski secara utilitarian, pembukaan lahan sawit dengan mengorbankan lahan gambut yang biasanya ditumbuhi tanaman hutan, tidak dapat dibenarkan secara etis karena efeknya yang negatif yakni pemanasan global, akan tetapi masalah tipe II dari etika selanjutnya, mengapa hal tersebut dibiarkan oleh pemerintah, bahkan pemerintah cenderung menambah jumlah lahan baru kelapa sawit? Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah masih seputar isu-isu kemakmuran yang ingin diraih pemerintah demi rakyat Indonesia. Dengan adanya lahan sawit tersebut akan timbul lapangan kerja baru, dan infrastruktur yang lebih baik, karena biasanya dalam pembukaan lahan sawit, perusahaan yang memiliki bisnis kelapa sawit akan membuka jalur transportasi. Dilema ini yang membuat pemerintah harus berhati-hati. Sebab pengabaian terhadap isu-isu pemanasan global yang dilontarkan pecinta lingkungan dunia dapat berakibat fatal, apabila keberadaan dan propaganda mereka mampu ’memboikot’ produk kelapa sawit Indonesia setelah berhasil mempengaruhi masyarakat untuk mencintai produk ramah lingkungan.
Dari kajian-kajian teoritis mengenai etika, ketika diperhadapkan pada masalah Tipe I, maka harus ada konsensus yang jelas antara pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah harus mampu menjamin tidak adanya kerusakan hutan yang lebih parah dikemudian hari dan mencari jalan keluar atau teknologi baru untuk memperluas produksi kelapa sawit di Indonesia tanpa membakar hutan untuk membuka lahan. Selanjutnya, lahan kritis dan/atau lahan terlantar yang sudah tersedia dalam skala yang sangat luas, sekitar 30 juta ha, perlu segera dimanfaatkan secara optimal dan harus diprioritaskan untuk "dikonversi", termasuk diprioritaskan untuk areal pembangunan perkebunan kelapa sawit. Dengan demikian, lahan kritis dan/atau lahan terlantar tersebut dapat direhabilitasi menjadi lahan yang produktif, dan dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi. Selanjutnya, pemerintah perlu memberikan sanksi yang tegas dan jelas terhadap pihak pelaku kegiatan konversi hutan yang tidak bertanggung jawab, termasuk yang hanya ingin mendapatkan keuntungan besar berupa kayu IPK, namun kemudian menelantarkan lahan menjadi semak belukar dan/atau lahan kritis baru. Sanksi yang tegas juga harus diberikan kepada perusahaan pembuka lahan hutan dengan cara membakar.
DAFTAR REFERENSI
Amirullah dan Imam Hardjanto. 2005. Pengantar Bisnis. Penerbit Graha Ilmu: Yogyakarta
Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Bahan ceramah dan diskusi. Komitmen
Indonesia dan isu-isu internasional tentang kehutanan dan perkebunan. D-5. Rakernas
2000. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 26-29 Juni 2000.
Bappenas. 2000. Kerugian ekonomi kebakaran hutan tahun 1997-1998. Jakarta.
Chandran, M.R. 2008. The Implication of RSPO on The Palm Oil Industry. Paper presented on
Oil Conference and Price Outlook 2008. Bali: Indonesia
Down to Earth. 1997. The 1997 Fires: Responsibility rests with Suharto. Down to Earth No. 35,
November. London.
ISTA Mielke GmBH. 2004. Oil World Annual 2004. Hamburg
James, Harvey S.JR. 2002. Finding Solution to Ethical Problems in Agriculture. Working Paper
No. AEWP 2002-04. Department of Agricultural Economics. Universty of Missouri :
Columbia
Manurung, E.G.T. Mengapa Konversi Hutan Alam Harus Dihentikan? Makalah disampaikan
pada acara Seri Lokakarya Kebijakan Kehutanan, Topik 1: "Moratorium Konversi Hutan
Alam dan Penutupan Industri Pengolahan Kayu Sarat Hutang." Diselenggarakan oleh
Dephutbun bekerja sama dengan NRMP.Jakarta, 8-9 Agustus 2000.
Nash, L.L.1990. Good Intentions Aside: A Manager’s Guide to Resolving Ethical Problems.
Harvard Business School. Boston, MA
Reinhardt, Guido, , Nils Rettenmaier and Sven Gartner. 2007. Environmental Effects on Palm
Oil Industry. Rain Forest for Bio diesel? Ecological Effect of Using Palm Oil as a Source
of Energy. WWF Germany, Frankfurt am Main, April.
Schroder, Bill and David Muschamp. 2000. Developing and Agribusiness Ethics Curriculum.
Paper presented to The International Management Agribusiness Association Forum, June.
Stern, Nicholas. 2007. The Economics of Climate Change: The Stern Review. Cambridge:
UK
Sukardi, Paulus dan Evi Thelia Sari. 2007. Bisnis Internasional: Sebuah Perspektif
Kewirausahaan. Penerbit Graha Ilmu : Yogyakarta
Yuwono, Eko Hari, Purwo Susanto, Chairul Saleh, Niviar, Andayani, Didik Prasetyo, Sri Suci
Utami Atmoko. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Konflik Manusia Orangutan di
Dalam dan Sekitar Perkebunan Kelapa Sawit. WWF-Indonesia

SEL DAN KOMPONEN-KOMPONENNYA

Sel merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar kehidupan dalam arti biologis. Semua fungsi kehidupan diatur dan berlangsung di dalam sel. Karena itulah, sel dapat berfungsi secara autonom asalkan seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi.
Semua organisme selular terbagi ke dalam dua golongan besar berdasarkan arsitektur basal dari selnya, yaitu organisme prokariota dan organisme eukariota.[1]
Organisme prokariota tidak memiliki inti sel dan mempunyai organisasi internal sel yang relatif lebih sederhana. Prokariota terbagi menjadi dua kelompok yang besar: eubakteria yang meliputi hampir seluruh jenis bakteri, dan archaea, kelompok prokariota yang sangat mirip dengan bakteri dan berkembang-biak di lingkungan yang ekstrem seperti sumber air panas yang bersifat asam atau air yang mengandung kadar garam yang sangat tinggi. Genom prokariota terdiri dari kromosom tunggal yang melingkar, tanpa organisasi DNA.
Organisme eukariota memiliki organisasi intraselular yang jauh lebih kompleks, antara lain dengan membran internal, organel yang memiliki membran tersendiri seperti inti sel dan sitoskeleton yang sangat terstruktur. Sel eukariota memiliki beberapa kromosom linear di dalam nuklei, di dalamnya terdapat sederet molekul DNA yang sangat panjang yang terbagi dalam paket-paket yang dipisahkan oleh histon dan protein yang lain.
Jika panjang DNA diberi notasi C dan jumlah kromosom dalam genom diberi notasi n, maka notasi 2nC menunjukkan genom sel diploid, 1nC menunjukkan genom sel haploid, 3nC menunjukkan genom sel triploid, 4nC menunjukkan genom sel tetraploid. Pada manusia, C = 3,5 × 10-12 g, dengan n = 23, sehingga genom manusia dirumuskan menjadi 2 x 23 x 3,5 × 10-12, karena sel eukariota manusia memiliki genom diploid.
Sejenis sel diploid yaitu sel nutfah dapat terdiferensiasi menjadi sel gamet haploid. Genom sel gamet pada manusia memiliki 23 kromosom, 22 diantaranya merupakan otosom, sisanya merupakan kromosom genital. Pada oosit, kromosom genital senantiasa memiliki notasi X, sedangkan pada spermatosit, kromosom dapat berupa X maupun Y. Setelah terjadi fertilisasi antara kedua sel gamet yang berbeda kromosom genitalnya, terbentuklah sebuah zigot diploid. Notasi genom yang digunakan untuk zigot adalah 46,XX atau 46,XY.
Pada umumnya sel somatik merupakan sel diploid, namun terdapat beberapa perkecualian, antara lain: sel darah merah dan keratinosit memiliki genom nuliploid. Hepatosit bergenom tetraploid 4nC, sedang megakariosit pada sumsum tulang belakang memiliki genom poliploid hingga 8nC, 16nC atau 32nC dan dapat melakukan proliferasi hingga menghasilkan ribuan sel nuliploid. Banyaknya ploidi pada sel terjadi sebagai akibat dari replikasi DNA yang tidak disertai pembelahan sel, yang lazim disebut sebagai endomitosis.
A KOMPONEN-KOMPONEN SEL
Sel ialah satu unit kehidupan. Semua benda hidup samada jenis haiwan atau tumbuhan dibina oleh sel. Sel-sel ini berkumpul dan bergabung dengan adanya bahan antara sel diantaranya untuk membina tisu seperti otot, tulang rawan dan saraf. Dalam keadaan tertentu beberapa tisu bergabung dan membina organ seperti kelenjar, pembuluh darah, kulit dal lain-lain.
Terdapat dua jenis sel asas iaitu Prokariot dan Eukariot. Sel Prokariot adalah kecil i.e. organisma satu sel (e.g. bakteria). Sel Eukariot terdapat terutamanya sebagai komponen dalam organisma multiselular. eg. sel haiwan dan tumbuhan.
Sel-sel dalam badan berasal dari progenitor atau stem cells dan menjadi khusus untuk satu atau lebih fungsi seperti untuk pengecutan, pengaliran rangsangan, perembesan, penyerapan atau perlindungan. Proses pemghasilan sel-sel khusus ini dipanggil pembezaan sel (cell differentiation).

Struktur sel
Setiap sel yang tipikal terdiri daripada dua bahagian, iaitu nukleus dan sitoplasma. Nukleus merupakan komponen pusat pada sel dan terpisah dari sitoplasma oleh sampul nukleus. Sitoplasma adalah bahagian sel yang mengelilingi nukleus. Ia dibendungi oleh membran plasma.
Sitoplasma dibentuk oleh 3 komponen utama, iaitu organel, rangkuman dan sitosol atau matriks sitoplasma.
1. Organel
dua jenis, iaitu organel bermembran dan organel tak bermembran.
• Organel bermembran ialah struktur-struktur subsel yang mempunyai sistem membrannya tersendiri. Organel ini merupakan komponen tetap pada sel dan mengandungi enzim yang memainkan peranan dalam aktiviti metabolisma. Contoh: alat Golgi, retikulum endoplasma, mitokondria dan lisosom.
• Organel tak bermembran ialah komponen sitoplasma yang mempunyai struktur dan fungsi yang berlainan daripada organel bermembran dan rangkuman. Ia tidak mempunyai sistem membrannya yang tersendiri dan tidak ikut serta secara langsung dalam aktiviti metabolisma sel. Contoh: mikrotubul, filamen sitoplasma, mikrofilamen dan setriol.
2. Rangkuman
Rangkuman ialah struktur-struktur sitoplasma yang boleh didapati sama ada dalam bentuk bermembran atau tidak. Tidak seperti organel, penempatannya dalam sel adalah untuk sementara dan biasanya terdiri daripada himpunan pigmen, protein, karbohidrat atau lipid. Contoh: pigmen dalam melanosit, protein dalam sel plasma, lipid dalam sel lemak dan karbohidrat dalam sel hepar.
3. Matriks sitoplasma atau sitosol
Matriks sitoplasma merupakan bahan amorfus (tiada bentuk) yang membenami organel dan rangkuman sel. Ia dibentuk oleh bahan-bahan seperti enzim, berbagai-bagai jenis protein, nutrien dan garam logam.

Membran plasma.
Membran plasma ialah selaput yang membendungi sel dan memisahkan sel dengan persekitaran luar. Ia dibina oleh bahan-bahan seperti lipid, protein dan karbohidrat. Membran plasma penting keraan ia mengawal bahan-bahan yang masuk dan keluar sel.
Dibawah mikroskopik electron, membran plasma terdiri dari tiga lapisan: protein, fosfolipid, protein. Lapisan yang paling luar dan lapisan yang paling dalam adalah protein, manakala lapisan tengan adalah fosfolipid.

Organel bermembran

1.Retikulum endoplasma
RE kasar atau bergranul
RE kasar kerana terdapat unit-unit ribosom pada permukaan external membrannya. Ribosom adalah zarah yang berasal daripada nukleolus dan dibina oleh asid ribonukleik dan protein. Ia memberikan sifat basofilik kepada sitoplasma.
Fungsi
RE kasar berperanan dalam proses-proses:
a. sintesis protein (sel pankreas, sel plasma)
b. ii. sintesis lipid (sel usus, sel hepar)
RE licin atau tak bergranul
RE licin tidak mempunyai ribosom pada permukaannya. RE licin banyak terdapat dalam sel-sel hepar dan kelenjar adrenal.
Fungsi
RE licin berperanan dalam proses:
a.sintesis steroid (sel kelenjar adrenal)
b.kontraksi dan pengenduran sel otot (fungsi retikulum sarcoplasma)
c.pendetoksinan dadah (sel hepar)
d.sintesis glikogen (sel hepar)

2. Alat Golgi
Alat Golgi adalah struktur yang dibina oleh beberapa sak panjang yang kelihatan tersusun secara berperingkat. Dihujung sak-sak ini terdapat vesikel. Alat Gogi mempunyai dua permukaan, iaitu permukaan cekung dan permukaan cembung.
Fungsinya:
a.sintesis polisakarida
b.sebagai tapak bungkusan kepada pembentukan granul-granul yang menghasilkan glikoprotein atau lipoprotein

3.Ribosom (Ergastoplasma)
Struktur ini berbentuk bulat terdiri dari dua partikel besar dan kecil, ada yang melekat sepanjang R.E. dan ada pula yang soliter. Ribosom merupakan organel sel terkecil yang ersuspensi di dalam sel. Fungsi dari ribosom adalah : tempat sintesis protein. Struktur ini hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.
4.Mitokondrion
Berbentuk sfera atau lurus. Terdapat enzim didalamnya. Ia merupakan organ pernafasan kepada sel.
5.Sentrosom (Sentriol)
Struktur berbentuk bintang yang berfungsi dalam pembelahan sel (Mitosis maupun Meiosis). Sentrosom bertindak sebagai benda kutub dalam mitosis dan meiosis.
Struktur ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
6.Plastida
Dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Dikenal tiga jenis plastida yaitu :
1. Lekoplas
(plastida berwarna putih berfungsi sebagai penyimpan makanan), terdiri dari:
• Amiloplas (untak menyimpan amilum) dan,
• Elaioplas (Lipidoplas) (untukmenyimpan lemak/minyak).
• Proteoplas (untuk menyimpan protein).
2. Kloroplas
yaitu plastida berwarna hijau. Plastida ini berfungsi menghasilkan klorofil dan sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis.
3. Kromoplas
yaitu plastida yang mengandung pigmen, misalnya :
• Karotin (kuning)
• Fikodanin (biru)
• Fikosantin (kuning)
• Fikoeritrin (merah)
7. Vakuola (RonggaSel)
Beberapa ahli tidak memasukkan vakuola sebagai organel sel. Benda ini dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Selaput pembatas antara vakuola dengan sitoplasma disebut Tonoplas
Vakuola berisi :
• garam-garam organik
• glikosida
• tanin (zat penyamak)
• minyak eteris (misalnya Jasmine pada melati, Roseine pada mawar Zingiberine pada jahe)
• alkaloid (misalnya Kafein, Kinin, Nikotin, Likopersin dan lain-lain)
• enzim
• butir-butir pati
Pada boberapa spesies dikenal adanya vakuola kontraktil dan vaknola non kontraktil.

8.Mikrotubulus
Berbentuk benang silindris, kaku, berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel dan sebagai "rangka sel".
Contoh organel ini antara lain benang-benang gelembung pembelahan Selain itu mikrotubulus berguna dalam pembentakan Sentriol, Flagela dan Silia.
9.Mikrofilamen
Seperti Mikrotubulus, tetapi lebih lembut. Terbentuk dari komponen utamanya yaitu protein aktin dan miosin (seperti pada otot). Mikrofilamen berperan dalam pergerakan sel.
10.Lisosom
Lisosom adalah struktur-struktur kecil, berbentuk sfera dan bermembran. Ia merupakan organel sitoplasma yang mengandungi berbagai-bagai jenis enzim hidrolisis. Boleh dikelaskan kepeda lisosom primer dan lisosom sekunder.
11.Peroksisom
Organel bermembran, saiz diantara mitokondria dan lisosom. Kaya dengan enzim spt. asid D-amino oksidase. Terlibat dalam proses metabolisma sel.
Organel tidak bermembran
1.Sentriol
Struktur pendek yang mempunyai bentuk seperti selinder. Terletak berdekatan dengan nukleus. Lazimnya terdapat secara berpasangan.

2.Mikrotubul
Struktur panjang dan lurus yang dibentuk oleh protein.

3.Filamen sitoplasma
Struktur halus dan panjang didalam sitoplasma. Mempunyai ciri khas iaitu boleh mengecut. Banyak terdapat dalam sel otot eg. filamen aktin dan miosin.
Nukleus
Nukleus merupakan organel yang penting sekali kepada sel. Semua sel mempunyai nukleus kecuali platelet dan RBC. Terdapat sel yang mempunyai dua nukleus seperti sel otot jantung dan multinukleus seperti sel otot rangka, osteoklas. Dari segi morfologi, nukleus terdiri daripada:

1.Sampul nukleus
Merupakan struktur yang dibina oleh dua lapisan unit membran. Dibeberapa kawasan disepanjang sampul ini, lapisan membran dalamnya didapati berterusan dengan lapisan membran luar. Keadaan ini menyebabkan terbentuknya beberapa liang nukleus. Liang ini direntasi oleh satu diafragma nipis yang dibentuk oleh protein. Pemindahan diantara bahan-bahan nukleus dengan sitoplasma berlaku melalui liang ini.
2.Kromatin
Gelungan bebenang daripada asid deoksiribonukleik (DNA) dan protein asas (histon). Di dalam nukleus, granul-granul kromatin kelihatan lebih padat di bahagian berdekatan dengan membran nukleus dan juga disekitar nukleus.

3.Nukleolus
Struktur yang berbentuk sfera, tidak bermembran dan kaya dengan RNA dan protein asas. Ia merupakan tapak untuk sistesis asid ribonukleik ribososm (r-RNA) dan asid ribonukleik pemindah (t-RNA). Satu nukleus boleh mengandungi lebih dari satu nukleolus.

4.Nukleoplasma
Bahan amorfus nukleus. Merupakan komponen yang mengandungi bahan-bahan seperti protein, metabolit dan ion.

Berdasarkan ada tidaknya selaput inti kita mengenal 2 penggolongan sel yaitu :
• Sel Prokariotik (sel yang tidak memiliki selaput inti), misalnya dijumpai
pada bakteriganggang biru.
• Sel Eukariotik (sel yang memiliki selaput inti).
Fungsi dari inti sel adalah : mengatur semua aktivitas (kegiatan) sel, karena di dalam inti sel terdapat kromosom yang berisi ADN yang mengatur sintesis protein.




2.
•Pembelahan Sel Secara Meiosis
gambar:miosis.jpg

Pembelahan Meiosis disebut juga pembelahan reduksi, di karena terjadinya pengurangan jumlah kromosom dalam prosesnya dari 2n menjadi n.
Menghasilkan sel anakan dengan jumlah kromosom separuh dari jumlah kromosom sel induknya. Contoh, sel induk gamet jantan (spermatogonium) merupakan sel yang diploid (2n) setelah membelah, sel anak yang terbentuk (spermatozoa) merupakan sel yang haploid (n).
Dalam pembelahan Meiosis terjadi dua kali pembelahan sel secara berturut –turut, tanpa diselingi adanya interfase, yaitu tahap meiosis 1 dan meiosis 2 dengan hasil akhir 4 sel anak dengan jumlah kromosom haploid (n).
Meiosis I
1. Profase I
a. Leptoten
Kromatin menebal membentuk kromosom.
b. Zygoten
Kromosom yang homolog mulai berpasangan, kedua sentriol bergerak menuju ke kutub yang berlawanan.
c. Pakiten
Tiap kromosom menebal dan mengganda menjadi dua kromatida dengan satu sentromer.
d. Diploten
Kromatida membesar dan memendek, bergandengan yang homolog dan menjadi rapat.
e. Diakenesis
Ditandai dengan adanya pindah silang (crossing over) dari bagian kromosom yang telah mengalami duplikasi. Hal ini hanya terjadi pada meiosis saja,, yang dapat mengakibatkan terjadinya rekombinasi gen. nucleolus dan dinding inti menghilang. Sentriol berpisah menuju kutub yang berawanan, terbentuk serat gelendong diantara dua kutub.

2. Metafase 1
Pada tahap ini, tetrad menempatkan dirinya pada bidang ekuator. Membrane inti sudah tidak tampak lagi dan sentromer terikat oleh spindel pembelahan.

3. Anafase I
Pada tahap ini, spindel pembelahan memendek dan menarik belahan tetrad (diad) ke kutub sel berlawanan sehingga kromosom homolog dipisahkan. Kromosom hasil crossing over yang bergerak ke kutub sel membawa materi genetic yang berbeda.

4. Telofase I
Pada tahap ini, membrane sel membentuk sekat sehingga terbentuk dua sel anak yang bersifat haploid, tetapi setiap kromosom masih mengandung dua kromatid (siser cromatid) yang terhubung melalui sentromer.
Meiosis II
1. Profase II
a. Benang – benang kromatin berubah kembali menjadi kromosom.
b. Kromosom yang terdiri dari 2 kromatida tidak mengalami duplikasi lagi.
c. Nucleolus dan dinding inti menghilang.
d. Sentriol berpisah menuju kutub yang berlawanan.
e. Serat – serat gelendong terbentuk diantara 2 kutub pembelahan.

2. Metafase II
Kromosom kebidang ekuator menggantung pada serat gelendong melalui sentromernya.

3. Anafase II
Kromatida berpisah dari homolognya, dan bergerak menuju ke kutub yang berlawanan.

4. Telofase II
a. Kromosom berubah menjadi benang – benang kromatin kembali.
b. Nucleolus dan dinding inti terbentuk kembali.
c. Serat – serat gelendong menghilang dan terbentuk sentrosom kembali.


Hasil meiosis :
1.) Satu sel induk yang diploid (2n) menjadi 4 sel anakan yang masing – masing haploid (n)
2.) Jumlah kromosom sel anak setengah dari jumlah kromosom sel induknya.
3.) Pembelahan meiosis hanya terjadi pada sel – sel generative atau sel – sel gamet seperti sperma dan ovum (sel telur).

Gambar di bawah ini merupakan fase – fase pembelahan meiosis. Sel – sel eukariot tertentu menghasilkan sel haploid (misalnya gamet pada hewan dan manusia, serta spora pada tumbuhan) dengan pembelahan sel yang disebut meiosis. Pada meiosis terjadi satu kali penggandaan kromosom dan dua kali pembelahan sel, yang disebut meiosis I dan meiosis II.


• PEMBELAHAN MITOSIS



Pembelahan mitosis menghasilkan sel anakan yang jumlah kromosomnya sama dengan jumlah kromosom sel induknya, pembelahan mitosis terjadi pada sel somatic (sel penyusun tubuh).
Sel – sel tersebut juga memiliki kemampuan yang berbeda – beda dalam melakukan pembelahannya, ada sel – sel yang mampu melakukan pembelahan secara cepat, ada yang lambat dan ada juga yang tidak mengalami pembelahan sama sekalisetelah melewati masa pertumbuhan tertentu, misalnya sel – sel germinatikum kulit mampu melakukan pembelahan yang sangat cepat untuk menggantikan sel – sel kulit yang rusak atau mati. Akan tetapi sel – sel yang ada pada organ hati melakukan pembelahan dalam waktu tahunan, atau sel – sel saraf pada jaringan saraf yang sama sekali tidak tidak mampu melakukan pembelahan setelah usia tertentu. Sementara itu beberapa jenis bakteri mampu melakukan pembelahan hanya dalam hitungan jam, sehingga haya dalam waktu beberapa jam saja dapat dihasilkan ribuan, bahkan jutaan sel bakteri. Sama dnegan bakteri, protozoa bersel tunggal mampu melakukan pembelahan hanya dalam waktu singkat, misalkan amoeba, paramecium, didinium, dan euglena.
Pada sel – sel organisme multiseluler, proses pembelahan sel memiliki tahap – tahap tertentu yang disebut siklus sel. Sel – sel tubuh yang aktif melakukan pembelahan memiliki siklus sel yang lengkap. Siklus sel tersebut dibedakan menjadi dua fase(tahap ) utama, yaitu interfase dan mitosis. Interfase terdiri atas 3 fase yaitu fase G, ( growth atau gap), fase S (synthesis), fase G2(growth atau Gap2).
Pembelahan mitosis dibedakan atas dua fase, yaitu kariokinesis dan sitokinesis, kariokinesis adalah proses pembagian materi inti yang terdiri dari beberapa fase, yaitu Profase, Metafase, dan Telofase. Sedangkan sitokinesis adalah proses pembagian sitoplasma kepada dua sel anak hasil pembelahan.
1. Kariokinesis
Kariokinesis selama mitosis menunjukkan cirri yang berbeda – beda pada tiap fasenya. Beberapa aspek yang dapat dipelajari selama proses pembagian materi inti berlangsung adalah berubah – ubah pada struktur kromosom,membran inti, mikro tubulus dan sentriol. Cirri dari tiap fase pada kariokinesis adalah:
a) Profase
1.Benang – benang kromatin berubah menjadi kromosom. Kemudian setiap kromosom membelah menjadi kromatid dengan satu sentromer.
2.Dinding inti (nucleus) dan anak inti (nucleolus) menghilang.
3.Pasangan sentriol yang terdapat dalam sentrosom berpisah dan bergerak menuju kutub yang berlawanan.
4.Serat – serat gelendong atau benang – benang spindle terbentuk diantara kedua kutub pembelahan.
b) Metafase
Setiap kromosom yang terdiri dari sepasang kromatida menuju ketengah sel dan berkumpul pada bidang pembelahan (bidang ekuator), dan menggantung pada serat gelendong melalui sentromer atau kinetokor.
c) Anaphase
Sentromer dari setiap kromosom membelah menjadi dua dengan masing – masing satu kromatida. Kemudian setiap kromatida berpisah dengan pasangannya dan menuju kekutub yang berlawanan. Pada akhir nanfase, semua kroatida sampai pada kutub masing – masing.
d) Telofase
Pada telofase terjadi peristiwa berikut:
1. Kromatida yang berada jpada kutub berubah menjasadi benang – benangkromatin kembali.
2.Terbentuk kembali dinding inti dan nucleolus membentuk dua inti baru.
3.Serat – serat gelendong menghilang.
4.Terjadi pembelahan sitoplasma (sitokenesis) menjadi dua bagian, dan terbentuk membrane sel pemisah ditengah bidang pembelahan. Akhirnya , terbentuk dua sel anak yang mempunyai jumlah kromosom yang sama dengan kromosom induknya.
Hasil mitosis:
1. Satu Sel induk yang diploid (2n) menjadi 2 sel anakan yang masing – masing diploid.
2. Jumlah kromosom sel anak sama dengan jumlah kromosom sel induknya.




2 Sitokinesis
Selama sitokinesis berlangsung, sitoplasma sel hewan dibagi menjadi dua melalui terbentuknya cincin kontraktil yang terbentuk oleh aktin dan miosin pada bagian tengah sel. Cincin kontraktil ini menyebabkan terbentuknya alur pembelahan yang akhirnya akan menghasilkan dua sel anak. Masing – masing sel anak yang terbentuk ini mengandung inti sel, beserta organel – organel selnya. Pada tumbuhan, sitokinesis ditandai dengan terbentuknya dinding pemisah ditengah – tengah sel. Tahap sitokinesis ini biasanya dimasukkan dalam tahap telofase.

Keterangan:
(a) Sitokinesis pada hewan
(b) Sitokinesis pada tumbuhan

3.
Pernah membayangkan Adenium Cabang Seribu punya akar "seribu"? Ternyata modifikasi Adenium ini bukan hisapan jempol semata melainkan bisa menjadi kenyataan. Lantas apa jadinya jikalau Adenium Cabang Seribu punya perakaran yang banyak (seribu, red)? Jawabnya tentu, Adenium Cabang Seribu tadi tampil anggun dan luar biasa. Bahkan, cuman dengan tampilan yang tunggal, Adenium Cabang Seribu sudah menunjukkan fisik yang aduhai, apalagi dilengkapi dengan akar-akarnya yang ditata horisontal dengan jumlah banyak, tentu ciamik sekali jadinya. Asal tahu saja, disebut Adenium Cabang Seribu karena jenis Obesum ini percabangannya dapat dimodifikasi hingga memiliki percabangan banyak dalam satu pohon. Jumlah cabang utama, sekunder, tersier dan seterusnya san-gat banyak. Gara-gara akarnya banyak hingga seperti "pohon akar", para ademania kerap menyebutnya "cucu" ranting pada ranting-ranting yang terkecil. Sementara sebutan "akar seribu" biasanya juga diala-matkan pada Adenium Obesum yang sudah melalui program akar. Apa? Akar-akar Adenium bersangkutan dibikin banyak dengan cara memangkas bonggol utama. Setelah keluar akar dalam jumlah banyak, baru akar-akar tadi ditata secara horisontal. Bahkan akar-akar tadi tidak diurug sepenuhnya dengan media tanam sekitar melainkan sebagian permukaannya dib-iarkan terbuka sehingga tam-pak dari luar. Akar-akar in pun terkesan "mencekeram" media tanam. Luar biasa bukan? Untuk membikin Adenium Cabang Seribu berakar "seribu" tadi memang tidak semudah berkedip mata. Caranya, selain melakukan program akar juga disertai program pemangkasan batang dan percabangan hingga dihasilkan cucu ranting. Sementara obyeknya Adenium Obesum tunggal. Dipilih yang sehat dan potensi berakar dan bercabang banyak. Obesum yang dimanfaatkan untuk program akar maupun cabang adalah yang telah berumur 7 bulanan.



Adapun trik program akar itu sbb :
1.Bongkarlah Adenium obesum dari medianya. Bonggol serta perakarannya dibersihkan.
2.Memotong bonggol Adenium tersebut sampai tidak memiliki akar. Bisa jadi pemotongan bonggol sampai ¾ bagian saja.
3.Membuang daun-daunnya.
4.Mengolesi antracol pada bekas luka potong bonggol
5.Membungkus caudex (bonggol) dengan plastik dan menggantungkan Adenium tadi di tempat yang teduh selama 3-4 hari.
6.Biarkan sampai tunas akar keluar dari pangkal batang tadi.