Sabtu, 04 Februari 2012

PENGARUH MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L.) DARI BERBAGAI SUMBER BENIH

PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L.) DARI BERBAGAI SUMBER BENIH

OLEH
ANDI ARIE WIJA KUSUMA
G111 08 004


DOSEN PEMBIMBING
Prof.Dr.Ir.H. AMBO ALA, MS
IR. SUARDY MANDUNG




JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan, kemudian menyebar ke Amerika Utara, Afrika dan Asia. Di Indonesia, kakao di kenal sejak tahun 1560, namun menjadi komuditi penting dalam perekonomian nasional dan merupakan komuditas andalan Kawasan Timur Indonesia (KTI) khususnya daerah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan (Deptan, 2004).
Kakao merupakan komoditi unggulan dari sulawasi selatan yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Komoditi ini tidak hanya digunakan di dalam negeri, melainkan juga menjadi komoditas unggulan untuk diekspor ke berbagai negara, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Menurut asosiasi kakao indonesia (Aksindo) produksi kakao diperkirakan meningkat dibandingkan produksi tahun sebelumnya. Produksi kakao tahun 2010 mencapai 500 ribu ton, naik dari tahun 2009 yang hanya mencapai 480 ribu ton. Kenaikan produksi kakao tersebut didorong oleh meningkatnya produktifitas disebabkan adanya program rehabilitasi dan peremajaan tanaman kakao di wilayah timur Indonesia, terutama di Sulawesi Selatan (Rizal Idrus, 2011)
Sulawesi Selatan merupakan penghasil 85% Kakao di Indonesia, dengan volume ekspor 193,357,63 t. Luas perkebunan kakao di Sulawesi Selatan tercatat 221.430,81 ha yang terdiri dari perkebunan rakyat 219.252,34 ha, perkebunan besar swasta 1.933,47 ha dan PTPN 245 ha. Lahan ini dikelola oleh 246.200 Kepala Keluarga tani. Produktivitas kakao di daerah ini cenderung menurun dari tahun ke tahun, saat ini hanya mencapai 928,47 kg/ha atau 30,95% dari potensi produksinya yaitu 3.000 kg/ha (Statistik Perkebunan, 2005). Rendahnya produktivitas ini disebabkan antara lain adalah banyaknya tanaman tua tidak produktif, bahan tanam yang tidak berkualitas, sistem pemeliharaan belum optimal, dan adanya gangguan hama dan penyakit.
Sulawesi Selatan sebagai daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia terus mengalami perkembangan areal, tetapi jumlah produksi dalam 4 tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada tahun 2004, luas areal tanaman kakao hanya 215.252,80 Ha dengan produksi 184.470 ton, tahun 2007 luas areal telah mencapai 250.706,64 Ha, tetapi produksi turun menjadi 117.119 ton. Areal pertanaman mengalami pertumbuhan dari tahun 2006 ke tahun 2007 sebesar 11,55%, sedang pertumbuhan produksi dan produktivitas mengalami penurunan pada tahun yang sama sebesar massing-masing -25,84% dan -24,19% (Nasaruddin, 2009).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian “Pengaruh Sumber Benih Dan Mikorisa Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kakao (Theobrama Cacao L) ”, yang nantinya diharapkan dapat digunakan dalam mempercepat proses pertumbuhan tanaman, perbaikan produktivitas dan mutu kakao dengan input pupuk rendah serta mengetahui klon unggul yang memiliki kualitas yang baik.



1.2 Hipotesis
1. Mikorisa dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman
2. Terdapat salah satu klon yang memberikan respon yang lebih baik terhadap pemberian mikorisa.
1.3 Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah Untuk mengetahui pengaruh pemberian mikorisa terhadap pertumbuhan berbagai jenis klon tanaman kakao
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dan petani tentang pengaruh berbagai jenis mikroorganisme Mikoriza Vesikula Arbusklua (MVA) terhadap pertumbuhan bibit kakao dari berbagai sumber benih.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kakao (Theobroma Cacao L.)
Kakao atau oleh para ahli diberi nama Theobroma cacao, ini memang mengandung arti tersendiri. Dalam bahasa Yunani, Theos berarti dewa atau Thian dalam bahasa China, sedangkan Broma ini berarti santapan. Dengan demikian nama Theobroma ini diartikan sebagai santapan para dewa. Nama kakao bukanlah berasal dari bahasa Yunani, akan tetapi berasal dari bahasa Aztek, yakni daerah Mexico Amerika Tengah (Muljana, 2001).
Tanaman kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari bunga atau batang.Karena itu tanaman ini di golongkan kedalam kelompok tanaman caulifloris. Dengan klasifikasi sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobrema
Spesies : Cacao
(Siregar et al, 2006).
Tanaman kakao merupakan tanaman hutan yang tumbuh di bawah naungan dan membutuhkan kondisi kelembaban tinggi dan panas.Tanaman kakao menyebar pada 20o LU dan 20o LS dari garis khatulistiwa, tetapi untuk usaha yang berskala ekonomi terbatas pada daerah 10o LS dan 10o LU.Oleh karena itu, pusat pertanaman atau negara-negara penghasil kakao terbesar dunia berada dalam batas-batas tertentu.Tanaman kakao masih dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian di atas 500m dari permukaan laut (Nasaruddin, 2009).
Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki sistem inkompatibilitas-sendiri (lihat penyerbukan).Walaupun demikian, beberapa varietas kakao mampu melakukan penyerbukan sendiri dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual yang lebih tinggi.Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki.Ukuran buah jauh lebih besar dari bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang.Buah terdiri dari 5 daun buah dan memiliki ruang dan di dalamnya terdapat biji.Warna buah berubah-ubah.Sewaktu muda berwarna hijau hingga ungu.Apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna kuning.
Tanaman kakao termasuk jenis tanaman interminate, artinya bahwa fase pertumbuhan vegetative maupun generative tanaman dapat terjadi secara bersamaan.Namun demikian, sebelum tanaman memasuki fase pertumbuhan generative terlebih dahulu mengalami fase pertumbuhan juvenil. Rentang waktu yang dibutuhkan tanaman melalui fase pertumbuhan juvenile tersebut merupakan salah satu factor yang berpegaruh terhadap pertumbuhan tanaman kakao (Suhendi dan Susilo, 2001)
Teknik budidaya kakao intensif menggunakan pendekatan yang fokus ke jumlah pohon yang produktif daripada luas lahan. Mengoptimalkan kebun kakao dengan menggunakan klon-klon yang berbuah banyak dan tahan terhadap penyakit utama seperti busuk buah, penyakit pembuluh kayu (Vascular Streak Dieback) serta hama PBK (Cocoa Pod Borer) akan membantu petani dalam peningkatan produksi dan perbaikan mutu biji kakao. Secara umum petani kakao memiliki lebih dari satu hektar lahan kakao, namun pohon kakao yang ditanam petani umumnya kurang buah dan tidak tahan terhadap penyakit.Selain itu jarak antara pohon kakao yang ditanam berjauhan.Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh pelatih ASKA, ratarata hanya sekitar 800 pohon yang ditanam per hektar di kebun kakao petani. Data dari Dinas Perkebunan Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan menunjukan penurunan produksi biji kakao kering antara tahun 2006 dan 2007, penurunan produksi sebesar 17% dari 106.361 ton untuk Sulawesi Barat, dan 25% penurunan produksi dari 160.074 ton terjadi di Sulawesi Selatan.
Menggunakan klon unggul kakao yang memiliki produksi tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit sebagai sumber entres atau bibit, merupakan salah satu cara mengatasi tantangan diatas. Kriteria klon unggul seperti: pembuahan lebat, ukuran biji besar, serta tahan terhadap hama dan penyakit, serta berat biji lebih dari 1 gram per biji kakao. Sudah ada beberapa klon unggul yang telah teridentifikasi dan masih dalam taraf kajian dan dapat diperoleh dari beberapa sumber:
1. Klon resmi telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Dinas Perkebunan
2. Klon-klon yang diperkenalkan dari beberapa negara seperti Malaysia (PBC 123 dan BR 25) walaupun ini illegal
3. Klon-klon lokal dari wilayah lain yang telah terbukti baik dan mempunyai beberapa keunggulan seperti MO1 dan M05 (Luwu Utara), Panter (Luwu Utara), Sulbar 1, RCC (Klon dari Medan), Sulbar 2 (Sulawesi Barat), Sugeng 1 (Sulawesi Tenggara), serta klon Kelapa Dua (Polewali Mandar) yang masih dalam pengujian dan pengamatan secara berkala.
4. Klon-klon hasil penelitian Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao) seperti ICCRI 03, ICCRI 04, KW 162, KW 163, KW 516, KW 570 dan DRC 15.
5. Klon-klon lokal petani yang memperlihatkan produksi yang tinggi dari beberapa tahun sebelumnya dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu.
Kebutuhan akan benih unggul bermutu semakin meningkat dari tahun ke tahun tidak hanya terbatas untuk pemenuhan program pengembangan perkebunan melalui dana APBN/APBD tetapi juga swadaya petani. Untuk program revitalisasi kebutuhan akan benih kakao sebanyak 165 juta bibit selama 5 tahun (2006-2010). Disamping itu pada tahun 2009 - 2011 akan dilaksanakan Gerakan Percepatan Peningkatan Mutu Kakao Nasional dengan target luasan 450.000 ha yang terdiri dari peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi, sehingga jumlah benih unggul bermutu yang dibutuhkan semakin meningkat. Agar sasaran pemerintah tersebut dapat berhasil, maka perlu didukung dengan ketersediaan benih unggul kakao bermutu secara 6 (enam) tepat yaitu ( mutu, jumlah, jenis, waktu, lokasi dan harga).

2. 2 Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA)
2. 2. 1 Gambaran Umum MVA
Mikoriza Vesikula Arbusklua (MVA) adalah suatu simbiosis yang ditemukan antara cendawan (Zygomycetes) dan akar, dan merupakan salah satu tipe beberapa tipe mikoriza yang dikenal (Type mikoriza: (1) ectomycoorhizae (ECM) (2) vesikular-arbuskular mycoorhizae (VAM/endomikoriza) (3) ectendomycoorhizae, (4) Ericoid mycoorhizae (5) orchid mycoorhizae.) dan (6) Arbutoid mycoorhizae (didasarkan pada struktur mikoriza)
Lebih dari 200.000 spesies Angiospermae, terdiri dari cabang-cabang hifa yang berada pada bagian dalam sel akar tanaman inang (Wegel et al., 1998), atau lebih dari 90% dari 300.000 spesies yang berasosiasi dengan MVA pada tanah-tanah alami.
MVA merupakan jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman.Jamur ini membentuk vesikel dan arbuskula di dalam korteks tanaman.Karena 80% cendawan ini membentuk struktur vesikula dan arbuskula, maka cendawan ini disebut dengan cendawan mikoriza vesikula–arbuskula. (Smith & Read, 1997) Vesikel merupakan ujung hifa berbentuk bulat, berfungsi sebagai organ penyimpanan, sedangkan arbuskula merupakan hifa yang struktur dan fungsinya sama dengan houstoria dan terletak di dalam sel tanaman (Shenk, 1981).
MVA termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, ordo Glomales dan genus Gigaspora, Scultellospora, Acaulospora, Entrophospora, Glomus, dan Sclerocystis.Terdapat sekitar 150 jenis (spesies) spora cendawan MVA yang telah dideskripsi (Morton dan Benny, 1990).
MVA tergolong dalam kelompok khusus dari populasi mikoriza yang sangat banyak mengkolonisasi rizosfer, yaitu di dalam akar, permukaan akar, dan di daerah sekitar akar. Hifa eksternal yang berhubungan dengan tanah dan struktur infeksi seperti arbuskula di dalam akar menjamin adanya perluasan penyerapan unsur-unsur hara dari tanah dan peningkatan transfer hara (khususnya P) ke tumbuhan, sedangkan cendawan memperoleh C organik dari tumbuhan inangnya (Marschner, 1995).
Penyebab rendanya produktivitas kakao khususnya di Sul-Sel disebabkan oleh beberapa factor. Ada tiga masalah yang dihadapi dalam produktivitas kakao yaitu pada umumnya tanaman sudah tua berumur di atas 17 tahun, populasi tanaman perhektar mengalami penurunan yang sangat signifikan akibat kematian tanaman, dan adanya tingkat serangan hama dan penyakit yang tinggi khususnya PBK (Pengerak Buah Kakao), penyakit busuk buah dan penyakit VSD (Vascular Streak Dieback) (Nasaruddin, 2007).
Pemanfaatan pupuk mikroba dalam membantu pertumbuhan dan perlindungan tanaman dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Peran langsung dilakukan dengan menambat N2 dan memacu pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan fitohormon (asam indol asetat, sitokinin, giberelin), dan melarutkan P yang terikat menjadi tersedia melalui asam-asam organik dan enzim yang dihasilkannya. Sedangkan peran tidak langsung dilakukan dengan menghasilkan senyawa antimikroba yang mampu menekan pertumbuhan mikroba patogen. Aplikasi pupuk mikroba pada rizosfir dan tanaman merupakan sesuatu hal yang kompleks, sehingga dalam pemanfaatannya perlu metode aplikasi yang efisien dan pupuk mikroba yang bermutu.
2. 2. 2 Manfaat Umum MVA
Manfaat dari MVA dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu manfaat dalam ekosistem, manfaat bagi tanaman, dan manfaatnya bagi manusia. Manfaat mikoriza MVA dalam ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam siklus hara, memperbaiki struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme tanah yang lain. (Brundrett etal., 1996).Sedangkan manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, terutama P (Bolan, 1991), dimana MVA dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik, khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P.
MVA dapat membantu mengatasi masalah ketersediaan fosfat melalui dua cara, pengaruh langsung melalui jalinan hifa eksternal yang diproduksinya secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air (Sieverding, 1991) dan pengaruh tidak langsung, dimana mikoriza dapat memodifikasi fisiologis akar sehingga dapat mengeksresikan asam-asam organik dan fosfatase asam ke dalam tanah ( Abbott et al., 1992), dimana menurut Marschner and Dell,(1994); dan Smith and Read, (1997) fosfatase asam merupakan suatu enzim yang dapat mamacu proises mineralisasi P Organik dengan mengkatalisis pelepasan P dari kompleks organik menjadi kompleks anorganik.

2. 2. 3 Peranan Mikoriza dalam Mengatasi Cekaman Kekeringan
Penyerapan air oleh tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor tanaman.Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah kandungan air tanah, kelembaban udara, dan suhu tanah. Faktor tanaman yaitu efesiensi perakaran, gradien tekanan difusi air tanah ke akar, dan keadaan protoplasma tanaman (Kramer, 1969)
Pada tanaman yang bermikoriza, respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan cenderung lebih dapat bertahan dari kerusakan korteks dibanding tanaman tanpa mikoriza. Menurut Setiadi (1989), gangguan terhadap perakaran akibat cekaman kekeringan ini pengaruhnya tidak akan permanen pada akar-akar yang bemikoriza. Akar yang bermikoriza akan cepat kembali pulih setelah periode kekeringan berlalu. Peranan langsung mikoriza adalah membantu akar dalam meningkatkan penyerapan air. Ini dikarenakan hifa cendawan masih mampu menyerap air dari pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah mengalami kesulitan mengabsorbsi air (Setiadi, 1989). Kemampuan menyerap air dari pori-pori tanah ini dikarenakan hifa utama cendawan mikoriza di luar akar membentuk percabangan hifa yang lebih kecil dan lebih halus dari rambut akar dengan diameter kira-kira 2 μ m.
Tahannya tanaman yang bermikoriza terhadap kondisi kekurangan air disebabkan karena hifa eksternalnya yang dapat meningkatkan total daerah perakaran dari sistem perakaran tanaman dan meningkatkan volume tanah yang diekesploitasi oleh air, ini menyebabkan lebih banyak air yang tersedia bagi tanaman inang, yang akan lebih memacu pertumbuhan tanaman melalui pembelahan, pembesaran, pemanjangan dan pengisian sel oleh hasil metabolisme.
Sebaliknya pada tanaman yang tidak diinokulasi dengan mikoriza, Cekaman air yang sedikit saja (-1 sampai –3 bars) cukup menyebabkan lambat atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel, dan menurut Harjadi dan yahya, (1988) bila tanaman mengalami cekaman air yang sangat berat, deferensiasi organ-organ baru dan perluasan organ yang sudah ada yang akan terkena pengaruh pertama kali. Penutupan stomata merupakan mekanisme utama yang mengurangi fotosintesis karena cekaman kekeringan. Mekanisme penurunan laju fotosintesis yang diakibatkan oleh terjadinya penurunan potensial air dalam daun mencakup beberapa proses (Harjadi dan Yahya, 1988; Salisbury dan Ross, 1995). Proses-proses tersebut diantaranya yaitu penutupan stomata secara hidroaktif dapat mengurangi CO2; terjadinya dehidrasi kutikula, dinding epidermis dan membran sel mengaurangi aviditas dan permeabilitasnya terhadap CO2; bertambahnya tahanan sel mesofil daun terhadap pertukaran gas; serta menurunnya efisiensi sistem fotosintesis.



BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Screen House, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Penelitian ini berlangsung pada bulan juni sampai dengan november 2011.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah Bibit Tamanan kakao berbeda klon yaitu klon Sulawesi 1, sulawesi 2 dan klon panter. Mikoriza yang diaplikasikan adalah jenis Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA), kertas, tissu, pasir steril, tanah alfisol
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah gelas plastic, polybag 40x30, talang plastik, spoit, timbangan, gunting, plaster, label, ember, mistar, dan alat tulis menulis. skop, cangkul, solarimeter, garpu, oven listrik.
3.3Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah dalam rancangan acak kelompok (RAK). Faktor pertama yaitu klon dari sumber benih tanaman kakao yang terdiri dari 3 label yaitu: klon Sulawesi 1 (S1), klon Sulawesi 2 (S2), dan klon Panter (S3). Faktor kedua adalah aplikasi mikoriza MVA yang terdiri dari 4 taraf yaitu tanaman tanpa aplikasi mikoriza (M0), 2,5 gr (M1), 5 gr (M2), dan aplikasi 10 gr (M3) perpohon. Dengan demikian Terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak tiga, sehingga terdapat 36 unit percobaan . Setiap unit perlakuan terdapat 3 tanaman sehingga jumlah bibit tanaman kakao yang digunakan seluruhnya adalah 108 tanaman.
Dari faktor diatas maka diperoleh 12 kombinasi perlakuan sebagai berikut:
• S2M0 • S1M2
• S2M1 • S1M3
• S2M2 • S3M0
• S2M3 • S3M1
• S1M0 • S3M2
• S1M1 • S3M3
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Media
3.4.1.1 Media Perkecambahan
Persiapan media pertama dilakukan dengan memberikan tissue kedalam gelas aqua yang berdiameter 18,92 mm dan menjenuhkannya dengan air.
Persiapan media kedua dilakukan dengan cara mencuci pasir dengan air sampai bersih kemudian mengisi gelas aqua yang berdiameter 18,92 mm dengan pasir yang telah bersih dan menjenuhkannya.
3.4.1.2 Media Pembibitan
Persiapan media dilakukan dengan cara membersihkan tanah dari gulma dan akar tanaman selanjutnya mencampur tanah dan pasir dengan perbandingan 2:1 kemudian mengisi polybag yang berukuran 20 x 30 cm dengan tanah yang telah tercampur pasir dan menjenuhkannya.
3.4.2 Perkecambahan
Perkecambahan dilakukan dengan cara membersihkan biji kakao dari pulph dengan cara merendam biji dengan kapur selama 2 jam selanjutnya membuka pulph dengan abu gosok sampai bersih kemudian dibilas dengan air kemudian memasukkan biji kakao yang telah bersih ke dalam gelas aqua berdiameter 18,92 mm yang telah terisi tissue.
Setelah kecambah umur 1 bulan dipindahkan ke media perkecambahan yang kedua yaitu memasukkan ke dalam gelas aqua yang telah terisi pasiryang telah dijenuhkan sebelumnya.
3.4.3 Penanaman
Penanaman dilakukan dengan memindahkan bibit yang berumur 2 bulan dari media perkecambahan ke dalam polybag yang telah diisi tanah bercampur pasir.
3.4.4 Aplikasi Mikoriza
Pengaplikasian Mikoriza Vesikula Arbuskula pada tanaman kakao disesuaikan tarafnya dengan perlakuan yang telah ditentukan yaitu aplikasi mikoriza MVA pada tanaman yang terdiri dari 4 taraf yaitu tanaman kakao tanpa aplikasi mikoriza (M0), 2,5 gr (M1), 5 gr (M2), dan aplikasi 10 gr (M3).

3.4.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan, dan pembumbunan.Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari.Penyiangan dilakukan jika terdapat gulma yang tumbuh disekitar tanaman kakao dengan mencabut gulma disekitar tanaman.
3.5 Parameter Pengamatan :
1. Jumlah akar lateral, dihitung jumlah akar lateral yang terbentuk pada perakaran tanaman pada akhir penelitian.
2. Panjang akar lateral (cm), dihitung panjang akar lateral yang terbentuk pada perakaran tanaman pada akhir penelitian.
3. Bobot kering akar (g), ditimbang bobot kering akar yang terbentuk pada perakaran tanaman pada akhir penelitian.
4. Rata-rata tinggi tanaman (cm), diukur pertambahan tinggitanaman setiap 2 minggu sekali.
5. Jumlah daun (helai), dihitung jumlah daun yang telah terbentuk pada tanaman setiap 2 minggu sekali.
6. Bobot kering daun (g), ditimbang bobot kering daun yang terbentuk pada tanaman setiap 2 minggu sekali.
7. Bobot kering batang (g), ditimbang bobot kering batang yang terbentuk pada tanaman pada akhir penelitian.


8. Luas daun (cm2), diamati setiap dua minggu sekali dengan cara mengukur panjang dan lebar setiap daun. Cara menghitungnya yaitu :
Luas Daun = Panjang x Lebar x Konstanta (0,68) (Nasaruddin, 2010)
9. Rata-rata Indeks luas Daun (ILD ), dihitung setiap 2 minggu sekali dan diamati dengan menggunakan rumus

10. Pengamatan warna daun, diamati pada satu helai daun pertanaman yang berada di bawah flush dengan menggunakan kamera digital.
11. Analisis kadar hara daun, dilakukan pada akhir penelitian.












DAFTAR PUSTAKA
Abbott, L. K., A.D. Robson., D. A. Jasper and C. Gazey. 1992. What is the role VA mycorrhizal hyphae in soil .p: 37 – 41. Dalam D. J. Read. D. H. Lewis., A. H. Fitter & I. J. Alexander (penyunting). Mycorrhiza inEcosytem.CAB. International UK.
Bolan, N. S. 1991.A critical review on the role of mycorrhizal in the uptake of phosphorus by plants. Plant and Soil 134:189-209.
Brundett, M., N, Beeger., B. Dell., T. Groove. and N. Malajzuk, 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture.ACIAR Monograph 32.374+xp.ISBN 186320 181 5.
Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Depatemen
Pertanian. 2004. Pedoman Teknologi Pengolahan Kakao, Jakarta.
Harjadi, S. S., dan S. Yahya, 1988. Fisiologi Stres Lingkungan. PAU Bioteknologi .IPB.236 p.
Kramer, P.J. 1969. Plant and Soil Water Relationships. Mc. Graw Hill Book Company. Inc. New York. 347 p.
Marschner, H.1995.Mineral nutrition of higher plant.Academic Press.London
Marschner, H. & B. Dell. 1994. Nutrien uptake in mycorrhizal symbiosis. Plant and. Sci. 159: 89-102.
Morton, J. B. and G. L. Benny. 1990. Revised classification of arbuscular mycorrhizal fungi (Zygomycetes). Mycotaxon.37 : 471 - 491..
Muljana, W., 2001.BercocoktanamCokelat. Aneka Ilmu, Semarang.
Nasaruddin, 2007.Keadaan Umum Pertanaman Sulawesi Selatan. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Nasaruddin, 2009. Kakao. Budidaya dan Beberapa Aspek Fisiologisnya. Jurusan Budidaya, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Rizal, idrus. 2011.Produksi kakao di indonesia http://www.datacon.co.id/Outlook-2010agribisnis.htm. diakses pada tanggal 12 oktober 2011
Salisbury, F. B. & C.W. Ross.1995.Fisiologi Tumbuhan Jilid II Penerbit ITB.173p
Schenck, N. C. 1981. Can mycorrhizal control root diseases.Phytophat. 65 (3) : 231 - 234.
Setiadi, Y. 1989. Pemanafaatan Mikoriza dalam Kehutanan. PAU. Bogor 103 p.
Siregar, T.H.S, Slamet Riyadi, Laeli Nuraeni, 2007. Coklat. Penebar Swadaya, Jakarta
Sieverding .E., 1991.Vesicular-arbuskular mycorrhiza management intropical indegenous glomales.Deutsche .Jerman.342 p.
Smith, S. E. dan D. J. Read, 1997. Mycorrhizal Symbiosis. Akademic Press. California USA 35 p.
Wegel, E., Leif. S., Niels, S., Jens, S., and Martin, P. 1998. Mycorrhiza mutant of Lotus japonicus define genetically independent steps during symbiotic infection. Moleculer Plant-Microbe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar