Selasa, 07 Februari 2012

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

1) Apa yang yang dimaksud dengan pelanggaran yang tidak bersifat substansial dan pelanggaran yang bersifat substansial beserta contohnya ?

1. Pelanggaran yang tidak bersifat substansial
Terhadap pelanggaran yang tidak bersifat substansial ini masih dapat dilakukan legalisasai. Yaitu Pemerintah harus memerintahkan kepada orang yang bersangkutan untuk mengurus IMB.
Bila orang tersebut, stelah diperintahkan dengan baik, tidask juga mengurus izin, maka Pemerintah dapat menerapkan bestuursdwang yaitu dengan pembongkaran.
 Contoh :
A tanpa izin mendirikan bangunan, badan tata usaha negara dapat mempertimbangkan pelaksanaan bestuursdwang yaitu pembongkaran, dengan cara menelusuri dahulu apakah masih dapat diberi izin mendirikan bangunan atau tidak.
• Misalnya : pendirian bangunan – bangunan liar.

2. Pelanggaran yang bersifat substansial
Dalam hal ini orang yang bersangkutan sudah mengurus IMB nya tetapi orang tersebut membangun bangunannya di tempat yang tidak sesuai dengan tata ruang atau rencana peruntukan (besteming) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
 Contoh :
 Seseorang membangun rumah di akawasan industri.
 Seorang pengusaha membangun industri di daerah pemukiman penduduk.
2) Dalam hal apa saja diterapkan sanksi yang berkaitan dengan penarikan kembali keputusan yang menguntungkan ?

 Keputusan yang menguntungkan yaitu keputusan itu memberikan hak – hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui keputusan itu memberikan keringanan beban yang ada atau mungkin ada.
 Dalam hala apa saja kaputusan yang menguntungkan dapat diterapkan.
a) Apabila terjadi pelanggaran Undang – undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh sipelanggar.
b) Pelanggaran terhadap peraturan atau syarat – syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan.

PANEN DAN PASCA PANEN CENGKEH

PANEN
Masing-masing daerah waktunya tanaman berbunga itu tidajlah sama. Hal ini sangat tergantung pada keadaan iklim setempat, tinggi tempat dan factor-faktor lain yang sangat bersar pengaruhnya. Maka mulai berbunga dan waktu pemungutannya pun tidak sama.
• Di Sumatera : tumbuh kuncup bunga antara bulan Oktober – November maka musim panennya sekitar bulan April – Juni
• Di Jawa : Tumbuh kuncup bunga antara bulan November – Januari maka panennya jatuh pada bulan Mei-Juli
• Di Maluku : Tumbuh kuncup bunga antara bulan Mei-Juli dan waktu panennya pada bulan Oktober _ Januari

Waktu Pemetikan
Di atas telah dijelaskan bahwa waktu cengkeh berbunga itu disetiap daerah tidak sama. Maka sebagai gambaran, di bawah ini diketengahkan masa-masa berbunga atau panen yang berbeda.
• Pada umumnya cengkeh berbunga itu di Indonesia itu satu tahun sekali, demikian pula waktu panennya. Walaupun waktu panen itu makan waktu minimal tiga bulan, lebih-lebih bila luas arealnya luas, panennya tidak cukup 3-4 bulan. Tanaman yang normal setelah umur 15-20 tahun bisa menghasilkan sekitar 3 kg per pohon. Ini adalah merupakan suatu perhitungan yang normal. Memang sering dialami ada pohon yang menhasilkan lebih dari 5 kg cengkeh kering tiap pohon, tetapi pada suatu ketika ada pohon yang sama sekali tidak berbuah sesuai dengan siklusnya. Jadi perhitungan secara normal adalah diambil rata-ratanya saja.
• Di Malagasi juga hanya ada satu musim panen yang pendek saja yakni musim kemaraumulai pertenghan Oktober hingga Desember yang berarti satu tahun hanya satu musim berbunga.
• Di Zanzibar, terdapat dua musim berbunga yang berarti dua musim panen yaitu, panen besar mulai Juli-September dan panen kecil musim November-Januari. Produksi pertahun rata-rata 3 kg tiap pohonnya.
Perbedaan tingkat pemasakan bunga, waktu panen, tepatnya waktu pemetikan dan teknik pengolahan hasil akan menyebabkan kualitas hasik yang berbeda pula. Sedang di daehah penghasil cengkeh yang musim kemaraunya bersamaan, tetapi berlainan lokasinya, maka musim panennya juga berbeda. Juga pengaruh pola hujan, temperature dan tinggi tempat pertanaman akan membawa pengaruh yang berbeda pula.
Oleh karena itu, pemetikan harus dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat yakni pada waktu bunga berwarna pucat yang sebelumnya itu berwarna hijau, kemudian menguning akhirnya keunguan muda dan merah tua. Saat yang paling bagus adalah pada saat kepala buah yang terdiri dari mahkota bunga masih tertutup dan bundar bentuknya, berisi dan megkilat. Apabila bunga itu warnanya menjadi merah muda berarti sebentar lagi akan membuka.
Jika pemetikan dilakukan terlalu awal, maka akan menghasilkan cengkeh kering yang keriput, berat rendemennya sangat kurang, kadar minyak kurang sehingga harganya pun rendah. Sedangkan jika pemetikannya terlambat misalnya bunga banyak yang mekar akan meghasilkan cengkeh kering yang tidak berkepala sehingga ruas dan aromanya sangat berkurang. Itulah sebabnya, maka pemetikan cengkeh harus dilakukan pada waktu yang tepat . pemetikan biasanya dilakukan setelah ada beberapa bunga yang membuka dalam pohon itu, misalnya ada 2-3 yang sudah membuka.


CARA PEMETIKAN
Bunga cengkeh yang sudah tua atau masak untuk dipungut jangan dibiarkan sampai mekar. Sebelum dilakukan pemetikan, dibawah tajuk pohon harus dibersihkan terlebih dahulu, maksudnya bila ada bebrapa bunga yang jatuh diwaktu pemetikan mudah dipungut. Adapun cara pemetikannya tergantung keadaan tanaman itu sendiri
• Apabila tanaman itu belum tinggi, pemetikan dapat dilakukan cukup dengan berdiri mengelilingi pohon yang paling bawah. Selanjutnya kalau pohon agak tinggi dapat menggunakan kait supaya lebih mudah.
• Kalau tanaman sudah cukup besar dan tinggi, lebih baik menggunakan tangga yang berkaki tiga, tangga itu mudah dipindah-pindahkan.
• Pada pohon yang sangat besar, yang umumnya lebih dari 25 tahun pemetikannya bisa dilakukan dengan memanjat pohon dengan menggunakan kait sebab rantingnya dapat ditarik dengan kait itu sehingga memudahkan pemetikannya. Tapi pekerjaan ini hanya dapat dilakukan pada ranting-ranting yang dekat dengan btang pokok. Yang lebih sulit batang sudah tinggi dan besar. Maka untuk keperluan ini, pada sekitar pohon itu harus diberi tiang dari bamboo, diberi palang-palang dan diikat kuat-kuat sehingga bisa dipergunakan untuk memnjat dengan demikian pemungutan dapat dilakukan lebih mudah. Sebagaimana diketahui bunga cengkeh itu terdapat pula pucuk-pucuk ranting yang jauh dari batang atau cabang, maka pemungutannya harus pandai jangan sampai merusaknya.
Alat yang diperlukan untuk panen cengkeh antara lain karung berukuran kecil atau keranjang bamboo dan karung besar. Apabila sudah tinggi dan kita tidak dapat menjangkau dengan tangan, maka diperlukan tangga segitiga berkaki empat. Pemetikan yang lazim dilakukan yaitu dengan jalan mematahkan rumpun bunga pada bukunya sehingga sepasang daun akan ikut terpetik. Tetapi cara demikian sebenarnya kurang baik, sebaiknya yang dipetik hanya tandannya saja, sepasang daun pada tandan tidak usah diikut sertakan. Maksudnya untuk memperbanyak jumlah sirung baru yang keluar dari pemetikan kelak. Bunga cengkeh dipetik pertandan tepat di atas buku daun berakhir dengan menggunakan kuku jari atau pisau yang kecil dan tajam. Daun termuda yang berdekatan dengan bunga tidak boleh ikut dipetik agar tidak menggangu pertumbuhan tunas berikutnya. Apabila daun ikut terpetik, dapat mengurangi jumlah tunas hingga 1/3 -1/2 bagian.
Bunga yang sudah dipetik dimasukkan kedalam keranjang atau karung kecil yang sudah disediakan dan dibawa mengikuti geraknya arah pemetikan. Setelah penuh, cengkeh dipindahkan karung besar kemudian dibawa kesuatu tempat pemroses selanjutnya. Rata-rata satu hari kerja seseorang dapat memperoleh 20-30 kg cengkeh segar. Hal ini sangat tergantung pada banyaknya cengkeh yang bisa dipetik dan juga keterampilan mereka (pekerja). Satu pohon cengkeh biasanya dipetik 3-4 kali bahkan ada yang sampai 6 kali dengan jarak 5-7 hari. Hal ini tergantung pada umur dan besarnya pohon. Untuk suatu kebun luas yang terdapat ribuan pohon dengan jenis yang berlainan, pemetikannya bisa makan waktu 3-4 bulan.

PASCA PANEN
Untuk mendapatkan hasil yang bermutu baik, masalah pengolahan juga perlu untuk diperhatikan dengan seksama. Pengolahan cengkeh dilakukan dengan melalui beberapa tahap yaitu sortasi basah, pemeraman, pengeringan, sortasi kering dan penyimpanan.

1. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan segera setelah cengkeh tiba di tempat pengolahan. Sortasi ini dilakukan dendan memisahkan bunga dari tangkainya dan menempatkannya pada tempat yang berbeda. Bunga dan tangkai cengkeh perlu dipisahkan karena mempunyai harga da mutu yang berbeda. Sortasi ini sangatlah penting untuk diperhatikan karena jika tangkai dan bunga tercampu maka akan menurunkan mutu.
2. Pemeraman
Bunga dan tangkai yang telah dipisahkan, masing-masing dimasukkan kedalam karung atau peti untuk selanjutnya diperam (fermentasi) selama 24 jam. Selain untuk mempersingkat waktu pengeringan, pemeraman juga dapat memperbaiki warna cengkeh menjadi cokelat mengkilap.
3. Pengeringan
Setelah pemeraman, proses selanjutnya yaitu pengeringan dengan harapan kadar air cengkeh turun hingga 12 %-14%. Bila kadar air lebih dari 14% cengkeh mudah terserang jamur sehingga tidak tahan disimpan. Sedangkan jika kadar air di bawah 12 % cengkeh akan mudah hancur sehingga mutunya rendah.
Pengeringan dapat dilakukan secara alami atau kombinasi cara buatan dan cara alami. Pengeringan dengan cara alami dapat dilakukan dengan menjemur cengkeh di bawah terik matahari dengan menggunakan lantai beton atau anyaman bamboo. Pengeringan secara alami umumnya tidak mengalami banyak hambatan karena pada umumnya cengkeh dipanen pada musim kemarau. Apabila tidak ada mendung, cengkeh sudah dapat kering dalam waktu 5-6 hari. Tanda bahwa cengkeh sudah kering dengan kadar air sekitar 12 %-14 % adalah mudah patah bila ditekan.
Di perkebunan pesar, kadar air diukur dengan alat pengukur kadar air. Pengeringan dengan cara buatan dilakukan dengan mesin pengering dengan menggunakan bahaan bakar minyak atau kayu. Namun mesin hanya boleh digunakan untuk mengeringkan cengkeh hingga kadar air 22-25 %. Dengan demikian perlu dilakukan pengeringan dengan cara alami dibawah terik matahari hingga kadar air mencapai 12-14 %. Pengeringan dengan mesin tidak boleh mencapai kadar air 140 dan suhu lebih dari 56 derajat Celsius karena dapat menyebabkan rusaknya senyawa-senyawa cengkeh atau hancurnya cengkeh. Kombinasi pengeringan dengan cara alami dan buatan memiliki bebrapa keuntungan yaitu waktu pengeringan lebih pendek (2-3 hari), aroma cengkeh lebih tajam serta warna lebih seragam dan megkilap.

4. Sortasi kering dan Pengemasan
Pada tahap sortasi, cengkeh dipisahkan dari kotoran-kotoran dengan cara ditampi menggunakan tampah. Cengkeh yang sudah bersih dimasukkan ke dalam karung kecil berkapasitas 30-40 kg atau karung berkapasitas 50-60 kg kemudian dijahit zigzag. Cengkeh yang telah dikemas dalam karung siap untuk dipasarkan atau disimpan untuk bebrapa waktu. Penyimpanan dilakukan di gudang yang tidak lembab, mempunyai banyak ventilasi dan berlantai semen. Di atas lantai dibuat para-para dari balok kayu yang kuat setinggi 25-30 cm kemudian karung berikut cengkehnya disusun di atasnya.

BUDIDAYA TANAMAN CENGKEH

BUDIDAYA TANAMAN CENGKEH

PENDAHULUAN

Tanaman cengkeh (syzigium aromaticum) dikenal sebagai tanaman rempah yang digunakan sebagai obat tradisional. Cengkeh termasuk salah satu penghasil minyak atsiri yang biasa digunakan sebagai bahan baku industry farmasi maupun industry makanan, sedangkan penggunaan yang terbanyak sebagai bahan baku rokok. Produksi cengkeh mempunyai peranan yang cukup besar dalam menunjang upaya peningkatan pendapatan Negara karena sampai saat ini cukai rokok merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang terbesar disbanding dengan sumber-sumber pendapatan lainnya untuk tahun anggaran 2001, yaitu sekitar Rp. 17,6 triliyun atau 7.5 % bahkan target untuk tahun anggaran 2002, yaitu sekitar Rp. 23,3 triliyun dari tahun 2003 sebesar 27 triliyun dan penerimaan Negara non penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi.
Cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian yang tinggi nilai ekonominya. Baik sebagai rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek atau bahan dalam pembuatan minyak atsiri, namun bila factor penanaman dan pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka produksi dan kualitasnya akan menjadi rendah.
Cengkeh sejak zaman dahulu hingga sekarang masih menjadi salah satu hasil industri perkebunan yang prospeknya sangat bagus. Berapapun hasil produksi kita, maka pasar dipastikan akan mampu menyerapnya. Meski beberapa waktu yang lalu pernah terjadi penurunan harga terhadap hasil budidaya tanaman cengkeh di Indonesia, namun sekarang keadaanya beransur membaik dan normal kembali. Maka tidak mengherankan bila saat ini para petani juga mulai tekun untuk menggarap ladang atau kebun cengkehnya kembali.
Besarnya cukai rokok kretek tergantung dari perkembangan produksi rorkok kretek di Indonesia. Sedangkan prosuksi rokok baik kualitas maupun kuantitasnya akan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan cengkeh yang merupakan bahan baku utama produksi rokok kretek.
ISI
PERSIAPAN BAHAN TANAM.
Untuk menghasilkan bibit cengkeh yang bermutu, bahan tanaman perlu dipersiapkan dengan baik sejak dini, mulai dari pemilihan pohon induk, benih, persemaian sampai pembibitan.
1. Tipe dan persyaratan pohon induk.
2. A. tipe pohon induk
Tipe cengkeh yang banyak dibudidayakn di Indonesia antara lain Zanzibar, sikotok, dan siputih. Namun, yang banyak disukai oleh masyarakat adalah jenis Zanzibar karena produktivitanya lebih tinggi. Cirri-ciri ketiga tipe cengkeh tersebut sebagai berikut :
-zanzibar :
1. produksi tinggi
2. bunga berwarna agak merah dengan jumlah pertandanlebih dari 15 bunga
3. daun pucuk berwarna merah muda, tangkai daun dan cabang berwarna hijau tua dengan permukaan yang mengkilat.
4. tajuk rimbun, percabangan tidak membentuk sudut sehingga daun-daun banyak yang terletak dekat permukaan tanah.
-sikotok
1. produksi cukup tinggi.
2. Bunga berwarna kuning dengan jumlah pertandan lebih dari 15 bunga
3. daun pucuk berwarna merah muda, tangkai daun dan cabang berwarna merah.
4. daun tua berwarna hijau dengan permukaan mengkilat
5. kebanyakan berbentuk pyramid setelah dewasa.
- siputih
1. bunga berwarna kuning berukuran besar dengan jumlah pertandan lebih dari 15 bunga.
2. daun pucuk atau daun muda berwarna kuning sampai hijau muda, tangkai dan tulang daun muda berwarna kuning kehijauan, daun tua berwarna hijau.
3. helaian daun besar tidak mengkilat
4. tajuk tidak rindang

b. Persyaratan pohon induk.
Pada umumnya cengkeh dikembangkan secara generative melaui biji yang diperoleh dari pohon induk yang memnuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Sehat
2. Berumur lebih dari 15 tahun
3. Bentuk mahkota bagus(penutupan tajuk lebih dari 80 %)
4. Hasil rata-rata terus naik
5. Jauh dari tipe cengkeh lainnya.
6. Tidak terlindungi
7. Percbangan cukup banyak
8. Batang utama tunggal
9. Bebas hama penyakit



SYARAT TUMBUH
A. Tanah yang sesuai untuk tanaman cengkeh adalah gembur, solum tanah tebal minimal 1,5 meter serta kedalaman air tanah lebih dari 3 meter dari permukaan tanah, jenis tanah yang sesuai adalah latosol, podsolik merah, mediteran dan andosol
B. Kemasaman tanah (pH) optimu berkisar antara 5,5 – 6,5
C. Besarnya curah hujan optimal untuk perkembangan tanaman cengkeh berkisar 1500-2500 mm/ tahun serta bulan kering kurang dari 2 bulan, suhu antara 25-340 C kelembapan (RH) 80-90%)
D. Ketinggian tempat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman cengkeh berkisar antara 200-600 meter diatas permukaan laut (dpl)

PERSIAPAN BENIH
a. Asal benih cengkeh
Benih/ biji cengkeh/ polong diambil dari pohon induk jenis Zanzibar dengan kondisi pohon sebagai berikut :
1. Pohon induk berumur minimal 15 tahun
2. Tajuk (percabangan dan daun) cukup baik
3. Pohon dalam kondisi sehat
4. Produksi biji cengkeh/ polong yaitu 5000 polong per pohon, pada saat musim panen.
Standar biji cengkeh siap tanam.
Salah satu factor yang berpengaruh terhadap keberhasilan penanaman cengkeh yaitu pengunaan bibit cengkeh yang berkualitas baik. Adapun standar bibit cengkeh yang berkualitas baik, sebagai berikut :
1. Benih berasal dari cengkeh yang baik yaitu jenis Zanzibar
2. Benih berasal dari pohon induk yang sehat, berumur diatas 15 tahun dan produksi tinggi
3. Umur bibit sekitar 2 tahun
4. Tajuk (percabangan dan daun) cukup baik
5. Warna daun bibit, hijau tua dan mengkilap bibit tidak terserang hama dan penyakit
Benih yang digunakan memiliki criteria :
1. Benih masak fisiologis ( warna kuning muda sampai ungu kehitaman) atau telah berumur 9 bulan
2. Berat 0.85-1.1 g
3. Tidak cacat
4. Tidak berlendir
5. Harus tumbuh dalam waktu 3 minggu setelah semai
6. Tidak benjol-benjol (yang menandakan benih terinfeksi penyakit cacar daun cengkeh)
Sebelum disemai kulit buah dikupas untuk menghindari terjadinya fermentasi yang dapat merusak viabilitas (daya kecambah) benih. Pengupasan kulit buah dilakukan dengan hati-hati agar kulit benih tidak terluka.
Pengupasan dilakukan dengan tangan atau pisau yang tidak terlalu tajam. Setelah pengupasan, benih direndam berisi air selama kurang lebih 24 jam, dan dilanjutkan dengan pencucian. Selama pencucian benih diaduk dan digosok dalam air, dengan mengganti air cucian 2-3 kali untuk menghilangkan lender yang menepel pada kulit benih.
Untuk memperoleh bibit cengkeh yang berkualitas, bebrapa tahap yang harus dilakukan sebagai berikut :


1. Pemilihan tempat untuk pembibitan
Pemilihan tempat sangat menentukan keberhasilan pembibitan cengkeh, sehingga harus dicari tempat yang memenuhi syrat dari segi teknis. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sebagai tempat pembibitan cengkeh sebagai berikut :
1. Terdapat sumber air untuk penyiraman
2. Areal terbuka (tidak ada naungan dari pohon besar)
3. Tanah cukup subur (masih terdapat topsoil, tidak keras berbatu)
4. Dekat dengan jalan, untuk memudahkan transportasi

1. Persemaian
Persemaian dibuat untuk menyemaikan biji cengkeh/ benih sampai dengan menjadi bibit cengkeh kecil yang mempunyai 2-3 pasang daun. Adapun tahap-tahap pekerjaan dalam persemaian, sebagai berikut :
A. Pembuatan bedengan
1. Tanah dibersihkan dari berbagai jenis gulma
2. Dibuat bak dengan bedengan bamboo, tinggi = 20 cm, lebar = 120 cm, panjang menyesuaikan banyaknya biji yang akan disemai
3. Isi bak bambu dengan pasir wallet (pasir sungai) sampai tinggi 20 cm
4. Pasang peneduh pada bedengan , dengan tinggi 1,5 m dan persentase naungan sekitar 95 %. Bahan yang dipakai daun kelapa atau anyaman bamboo
5. Sterilisasi media menggunakan insektisida marshal konsentrasi 3 ml/liter air dengan dosis 5 lt/ m2 dengan cara dikocok
6. Pengajiran dilakukan pada blok tanaman untuk memudahkan penanaman dengan jarak 8x8 m dengan pola bujur sangkar atau empat persegi panjang.
B. Penyemaian biji cengkeh
1. pengadaan biji cengkeh
a. berasal dari pohon induk yang terpilih. Adapun syarat pohon induk, sbb :
b. umur diatas 15 tahun
c. tajuk pohon (percabangan dan daun) lebat, berbentuk simetris
d. kondisi pohon sehat
e. pohon berbunga hamoir tiap tahun
f. produksi cengkeh / bunga relative banyak minimal 50 kg cengkeh basah per pohon pada umur 15 tahun
g. biji diambil dari 1/3 bagian tajuk pohon, bagian tengah
h. pilih biji cengkeh yang sudah tua (warna kulit ungu)

1. Perlakuan biji cengkeh
a. Biji cengkeh yang sudah dipetik, dikupas kulitnya mengguanakan pisau yang tajam dan bagian biji tidak boleh terluka
b. Pilih biji dengan ukuran relative besar atau 1 kg biji berisi 800 butir dan sehat (tidak terdapat bintik-bintik hitam) serta warna biji setelah dikupas, hijau kemerahan
c. Rendam biji cengkeh dalam air, selama sehari


3. Penanaman biji cengkeh
a.Pembuatan bedengan persemaian
-buatan bedengan dengan lebar 100 cm dan panjang sesuai kebutuhan dan tinggi sekitar 20 cm.
- gemburkan tanah bedengan setinggi 20 cm. dan akan lebih baik bila bedengan dicampurkanpasir sungai
- buat naungan pada bedengan dengan persentase naungan 100 % dan tinggi 100-150 cm. bahan yang dipakai atap bamboo atau daun kelapa.

a. Penanaman biji
-biji cengkeh ditanam pada bedengan yang sudah disiapkan dengan ketentuan :
-jarak tanam biji 5x5 cm2
- biji ditanam secara tegak (bagian ujung biji yang runcing, berada diatas) samapi kedalaman sekitar ¾ bagian panjang biji. Sehingga ¼ bagian biji Nampak diatas permukaan tanah.

PEMELIHARAAN PESEMAIAN
Agar benih yang sudah disemaikan dapat tumbuh dengan baik, maka harus dilakukan pemeliharaan, sebagai berikut :
a. Dilakukan penyiraman setiap hari
b. Dilakukan penyiangan atau pembersihan gulma.

PEMBIBITAN
Setelah kira-kira 30-45 hari, benih dipesemaian akan tumbuh menjadi bibit kecil 2-3 pasang daun, selanjutnya dipindahkan ke polybag dipembibitan. Kegiatan pembibitan yaitu memelihara bibit kecil sampai dengan bibit siap tanam (berumur 2 tahun). Adapun tahap-tahap perkerjaan dalam pembibitan sebagai berikut :
1. Pembuatan media tanam(polybag)
a. Buat bedengan
- arah bedengan utara-selatan
- tinggi bedengan sekitar 20 cm, lebar 150 cm dan panjang sesuai kebutuhan
b. Pasang peteduh
pasang peteduh pada pada bedengan, dengan tinggi bagian timur 2 m, sedangkan bagian barat 1,5 m. persentase naungan 50 %. Bahan yang dipakai yaitu anyaman bamboo. Alternative lain memakai daun kelapa atau paranet.
b. Isi tanah polybag
- Siapkan polybag ukuran 40x35 cm2
- Siapkan media polybag berupa campuran tanah : berambut : pupuk kandang=2:1:1
- Massukan media kedalam polybag sampai penih (1 cm dibawah bibir polybag)
- atur polybag pada bedengan dengan jarak berkisar 25x25 cm2
- sterilisai media
- sterilisai media menggunakan insektisida marshal konsentrasi 3 ml/ liter air dengan dosis 200 ml/polybag, dengan cara dikocok.

2. PENANAMAN BIBIT
Setelah benih disemaikan dipesemaian, kemudian akan tumbuh menjadi bibit kecil dan selanjutnya bibit dipindahkan ke polybag dipembibitan. Penanaman bibit dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pilih bibit yang sudah mempunyai 2-3 pasang daun
b. Cabut/ congkel bibit yang sudah siap tanam secara berhati-hati agar akar tidak rusak
c. Tanam bibit pada polybag dengan cara dibuat lubang pakai kayu, kira-kira sedalam akar bibit yang akan ditanam
d. Tanam bibit pada lubang tersebut, kemudian lubang ditutup dengan tanah agak dipadatkan.

3. PEMELIHARAAN BIBIT
- Penyiraman
Penyiraman setiap hari pada musim kemarau
- Penyiangan
Penyiangan atau pengendalian gulma dilakukan setiap 15 hari sekali. Gulma yang tumbuh dipolybag dibersihkan dengan cara dicabut. Tanah digemburkan menggunakan solek atau kecruk
- Pemupukan
Untuk memicu pertumbuhan vegetative bibit, maka harus dilakukan pemupukan anorganik. Pupuk anorganik yang dipakai yaitu NPK 15:15:15. Adapun dosis pupuk sebagai berikut :

Umur (bulan) Dosis pupuk NPK (gram/bibit)
3 1
7 2
11 3
15 3

- Pengendalian hama dan penyakit (PHP)
Serangan hama dan penyakit Sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman cengkeh, bahkan pada serangan berat dapat menyebabkan kematian. Hama yang umum menyerang tanaman cengkeh adalah penggerek, perusak pucuk, perusak daun dan perusak akar. Sedangkan penyakit yang sering menyerang antara lain : Bakteri Pembuluh kayu Cengkeh(BPKC), Cacar Daun Cengkeh (CDC), Die Back (mati ranting), embun jelaga, untuk pengendaliannya dapat digunakan insektisida / fungisida sesuai anjuran.
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara preventif (pengendalian sebelum terdapat gejala serangan hama/ penyakit) dan kuratif (pengendalian setelah terdapat gejala serangan hama/ penyakit.
Pengendalian secara preventif dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan atau fungisida pada rotasi waktu tertentu. Insektisida yang dipakai Marshal, Dimasid, dll. Sedangkan fungisida yang dipakai Dithane, benlathe, dll.
Umur bibit (bln) Rotasi semprot
0-6 15 hari
Lebiih dari 6 30 hari

Pengendalian secara kuantitatif dilakuan bila terdapat gejala serangan hama atau penyakit. Hama yang sering menyerang di pembibitan cengkeh yaitu rayap, kutu putih, penghisap daun dll. Pengendalian menggunakan insektisida Decis atau Marsal, konsentrasi1-2 cc/ lt air. Sedangkan penyakit yang sering menyerang dipembibitan cengkeh yaitu embun jelaga, cacar daun, bercak daun merah. Pengendalian menggunakan fungisida benlate, Duthane, konsentrasi 2 gr/ltr air.

Pengaturan naungan
Pengaturan naungan dilakukan dengan cara memlihara naungan yang sudah ada dan mengatur intensitasnya. Pengurangan intensitas naungan disesuaikan dengan umur bibit. Adapun pengaturan intensitas naungan bibit adalah sebagai berikut :

Umur bibit (bln) Intensitas Naungan (%)
0-12 50
12-24 0

PENYIAPAN BIBIT UNTUK PENANAMAN
Untuk penanaman dilapangan harus dipilih bibit yang baik, agar dapat menghasilkan tanaman yang baik pula. Oleh karena itu perlu dilakukan seleksi bibit sebagai berikut
a. Umur tanaman sekitar 21-24 bulan
b. Pertumbuhan bibit normal, tinggi minimal 70 cm, tajuk (percabangan dan daun) lebat dan simetris
c. Bibit tidak terserang hama dan penyakit
d. Bibit mempunyai batang tunggal
SELEKSI BIBIT
Untuk mendapatkan tanaman yang sehat bibit perlu diseleksi. Bebrapa criteria yang digunakan untuk seleksi bibit cengkeh adalah :
1. Tinggi bibit minimal 60 cm (umur 1 tahun) dan 90 cm, ( umur 2 tahun)
2. Sehat (tidak terserang hama dan penyakit dan kekurangan hara)
3. Mempunyai akar tunggang yang lurus dan sehat dengan panjang kurang lebih 45 cm serta akar cabang 30-50 buah
4. Mempunyai batang tunggal
5. Jumlah rata-rata percabang 7 pasang, jumlah daun 63 pasang dan warna daun dewasa hijau
PANEN
Produk utama tanaman cengkeh adalah bunga yang pada waktu dipanen kadar airnya berkisar antara 60-70 %. Waktu yang paling baik untuk memetik cengkeh adalah sekitar 6 bulan setelah bakal bunga timbul, yaitu setelalah salah satu atau dua bunga pada tandannya mekar dan warna bunga menjadi kuning kemerah-merahan dengan kepala bunga masih tertutup, berisi dan mengkilat.
Pemungutan bunnga cengkeh dilakukan dengan dengan cara memetik tangkai bunga dengan tangan, kemudian dimasukkan kedalam kantong kain atau keranjang yang telah disiapkan, menggunakan tangga segitiga atau galah dari bamboo, serta tidak merusak daun sekitarnya pada waktu pemetikan. Waktu panen sangat berpengaruh terhadap rendemen dan mutu bunga cengkeh serta minyak atsirnya.
Saat pemetikan bunga cengkeh yang tepat yaitu apabila bunga sudah penih benar tetapi belum mekar, pemetikan yang dilakukan saat bunga cengkeh masih muda (sebelum bunga masak) akan menghasilkan bunga cengkeh yang kering dan keriput, kandungan minyak atsirnya rendah dan berbau langu (tidak enak). Sedangkan apabila pemetikan terlambat (bunga sudah mekar)setelah dikeringkan akan diperoleh mutu yang rendah, tanpa kepala serta rendemen rendah.

PASCA PANEN
1. Sortasi buah. Laukan pemisahan bunga dari tangkainya dan tempatkan pada tempat yang berbeda.
2. Pemeraman. Pemeraman dilakukan selama 1 hari ini dilakukan untuk memperbaiki warna cengkeh menjadi cokelat menghkilat
3. Pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan mesin pengering yang menggunakan kayu bakar atau bahan bakar minyak, dapat juga dikeringkan dengan cara alami yaitu pengeringan dengan sinar matahari pada lantai beton agar kadar air menjadi 12-14 % dan dapat disimpan dan aman dari jamur.
4. Sortasi. Pada tahap ini cengkeh dipisahkan dari kotoran dengan cara ditampi. Kemudian cengkeh yang sudah bersih dimasukkan pada karung dan dijahit.
Penanganan buah cengkeh
Sebelum dikeringkan bunga cenkeg dipisahkan dari tangkainya dan dikeringkan secara terpisa. Pada tahap ini dilakukan pemisahan antara bunga cengkeh yang baik, bunga yang terlalu tua dan yang terjatuh. Setelah itu bunga cengkeh dikeringkan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menjemurnya dipanas matahri langsung atau menggunakan pemgering buatan.
1. Bunga cengkeh yang dijemur dihamparkan pad alas tikar, anyaman bamboo (girbig) atau plastic, atau pada lantai jamur yang diberi alas plastic
2. Selama proses pengeringan cengkeh dibolak balik agar keringnya merata.
3. Proses pengeringan dianggap selesai apabila warna bunga cengkeh telah berubah menjadi cokelat kemerahan, mengkilat, mudah dipatahkan dengan jari tangan dan kadar air telah mencapai sekitar 10-12 %
4. Lamanya waktu penjemuran dibawah sinar matahari sekitar 3-4 hari.






DAFTAR PUSTAKA
Anonima 2007. Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Cengkeh. Dinas Perkebunan. Diakses pada tanggal 12 Januari 2011.
Anonim b. http://www. Cengkeh.htm. Diakses pada tanggal 12 Januari 2011
Anonim c. http://www. Budidaya Cengkeh. Htm. Diakses pada tanggal 12 Januari 2011.

Sabtu, 04 Februari 2012

PENGARUH MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L.) DARI BERBAGAI SUMBER BENIH

PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L.) DARI BERBAGAI SUMBER BENIH

OLEH
ANDI ARIE WIJA KUSUMA
G111 08 004


DOSEN PEMBIMBING
Prof.Dr.Ir.H. AMBO ALA, MS
IR. SUARDY MANDUNG




JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan, kemudian menyebar ke Amerika Utara, Afrika dan Asia. Di Indonesia, kakao di kenal sejak tahun 1560, namun menjadi komuditi penting dalam perekonomian nasional dan merupakan komuditas andalan Kawasan Timur Indonesia (KTI) khususnya daerah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan (Deptan, 2004).
Kakao merupakan komoditi unggulan dari sulawasi selatan yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Komoditi ini tidak hanya digunakan di dalam negeri, melainkan juga menjadi komoditas unggulan untuk diekspor ke berbagai negara, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Menurut asosiasi kakao indonesia (Aksindo) produksi kakao diperkirakan meningkat dibandingkan produksi tahun sebelumnya. Produksi kakao tahun 2010 mencapai 500 ribu ton, naik dari tahun 2009 yang hanya mencapai 480 ribu ton. Kenaikan produksi kakao tersebut didorong oleh meningkatnya produktifitas disebabkan adanya program rehabilitasi dan peremajaan tanaman kakao di wilayah timur Indonesia, terutama di Sulawesi Selatan (Rizal Idrus, 2011)
Sulawesi Selatan merupakan penghasil 85% Kakao di Indonesia, dengan volume ekspor 193,357,63 t. Luas perkebunan kakao di Sulawesi Selatan tercatat 221.430,81 ha yang terdiri dari perkebunan rakyat 219.252,34 ha, perkebunan besar swasta 1.933,47 ha dan PTPN 245 ha. Lahan ini dikelola oleh 246.200 Kepala Keluarga tani. Produktivitas kakao di daerah ini cenderung menurun dari tahun ke tahun, saat ini hanya mencapai 928,47 kg/ha atau 30,95% dari potensi produksinya yaitu 3.000 kg/ha (Statistik Perkebunan, 2005). Rendahnya produktivitas ini disebabkan antara lain adalah banyaknya tanaman tua tidak produktif, bahan tanam yang tidak berkualitas, sistem pemeliharaan belum optimal, dan adanya gangguan hama dan penyakit.
Sulawesi Selatan sebagai daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia terus mengalami perkembangan areal, tetapi jumlah produksi dalam 4 tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada tahun 2004, luas areal tanaman kakao hanya 215.252,80 Ha dengan produksi 184.470 ton, tahun 2007 luas areal telah mencapai 250.706,64 Ha, tetapi produksi turun menjadi 117.119 ton. Areal pertanaman mengalami pertumbuhan dari tahun 2006 ke tahun 2007 sebesar 11,55%, sedang pertumbuhan produksi dan produktivitas mengalami penurunan pada tahun yang sama sebesar massing-masing -25,84% dan -24,19% (Nasaruddin, 2009).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian “Pengaruh Sumber Benih Dan Mikorisa Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kakao (Theobrama Cacao L) ”, yang nantinya diharapkan dapat digunakan dalam mempercepat proses pertumbuhan tanaman, perbaikan produktivitas dan mutu kakao dengan input pupuk rendah serta mengetahui klon unggul yang memiliki kualitas yang baik.



1.2 Hipotesis
1. Mikorisa dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman
2. Terdapat salah satu klon yang memberikan respon yang lebih baik terhadap pemberian mikorisa.
1.3 Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah Untuk mengetahui pengaruh pemberian mikorisa terhadap pertumbuhan berbagai jenis klon tanaman kakao
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dan petani tentang pengaruh berbagai jenis mikroorganisme Mikoriza Vesikula Arbusklua (MVA) terhadap pertumbuhan bibit kakao dari berbagai sumber benih.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kakao (Theobroma Cacao L.)
Kakao atau oleh para ahli diberi nama Theobroma cacao, ini memang mengandung arti tersendiri. Dalam bahasa Yunani, Theos berarti dewa atau Thian dalam bahasa China, sedangkan Broma ini berarti santapan. Dengan demikian nama Theobroma ini diartikan sebagai santapan para dewa. Nama kakao bukanlah berasal dari bahasa Yunani, akan tetapi berasal dari bahasa Aztek, yakni daerah Mexico Amerika Tengah (Muljana, 2001).
Tanaman kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari bunga atau batang.Karena itu tanaman ini di golongkan kedalam kelompok tanaman caulifloris. Dengan klasifikasi sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobrema
Spesies : Cacao
(Siregar et al, 2006).
Tanaman kakao merupakan tanaman hutan yang tumbuh di bawah naungan dan membutuhkan kondisi kelembaban tinggi dan panas.Tanaman kakao menyebar pada 20o LU dan 20o LS dari garis khatulistiwa, tetapi untuk usaha yang berskala ekonomi terbatas pada daerah 10o LS dan 10o LU.Oleh karena itu, pusat pertanaman atau negara-negara penghasil kakao terbesar dunia berada dalam batas-batas tertentu.Tanaman kakao masih dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian di atas 500m dari permukaan laut (Nasaruddin, 2009).
Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki sistem inkompatibilitas-sendiri (lihat penyerbukan).Walaupun demikian, beberapa varietas kakao mampu melakukan penyerbukan sendiri dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual yang lebih tinggi.Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki.Ukuran buah jauh lebih besar dari bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang.Buah terdiri dari 5 daun buah dan memiliki ruang dan di dalamnya terdapat biji.Warna buah berubah-ubah.Sewaktu muda berwarna hijau hingga ungu.Apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna kuning.
Tanaman kakao termasuk jenis tanaman interminate, artinya bahwa fase pertumbuhan vegetative maupun generative tanaman dapat terjadi secara bersamaan.Namun demikian, sebelum tanaman memasuki fase pertumbuhan generative terlebih dahulu mengalami fase pertumbuhan juvenil. Rentang waktu yang dibutuhkan tanaman melalui fase pertumbuhan juvenile tersebut merupakan salah satu factor yang berpegaruh terhadap pertumbuhan tanaman kakao (Suhendi dan Susilo, 2001)
Teknik budidaya kakao intensif menggunakan pendekatan yang fokus ke jumlah pohon yang produktif daripada luas lahan. Mengoptimalkan kebun kakao dengan menggunakan klon-klon yang berbuah banyak dan tahan terhadap penyakit utama seperti busuk buah, penyakit pembuluh kayu (Vascular Streak Dieback) serta hama PBK (Cocoa Pod Borer) akan membantu petani dalam peningkatan produksi dan perbaikan mutu biji kakao. Secara umum petani kakao memiliki lebih dari satu hektar lahan kakao, namun pohon kakao yang ditanam petani umumnya kurang buah dan tidak tahan terhadap penyakit.Selain itu jarak antara pohon kakao yang ditanam berjauhan.Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh pelatih ASKA, ratarata hanya sekitar 800 pohon yang ditanam per hektar di kebun kakao petani. Data dari Dinas Perkebunan Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan menunjukan penurunan produksi biji kakao kering antara tahun 2006 dan 2007, penurunan produksi sebesar 17% dari 106.361 ton untuk Sulawesi Barat, dan 25% penurunan produksi dari 160.074 ton terjadi di Sulawesi Selatan.
Menggunakan klon unggul kakao yang memiliki produksi tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit sebagai sumber entres atau bibit, merupakan salah satu cara mengatasi tantangan diatas. Kriteria klon unggul seperti: pembuahan lebat, ukuran biji besar, serta tahan terhadap hama dan penyakit, serta berat biji lebih dari 1 gram per biji kakao. Sudah ada beberapa klon unggul yang telah teridentifikasi dan masih dalam taraf kajian dan dapat diperoleh dari beberapa sumber:
1. Klon resmi telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Dinas Perkebunan
2. Klon-klon yang diperkenalkan dari beberapa negara seperti Malaysia (PBC 123 dan BR 25) walaupun ini illegal
3. Klon-klon lokal dari wilayah lain yang telah terbukti baik dan mempunyai beberapa keunggulan seperti MO1 dan M05 (Luwu Utara), Panter (Luwu Utara), Sulbar 1, RCC (Klon dari Medan), Sulbar 2 (Sulawesi Barat), Sugeng 1 (Sulawesi Tenggara), serta klon Kelapa Dua (Polewali Mandar) yang masih dalam pengujian dan pengamatan secara berkala.
4. Klon-klon hasil penelitian Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao) seperti ICCRI 03, ICCRI 04, KW 162, KW 163, KW 516, KW 570 dan DRC 15.
5. Klon-klon lokal petani yang memperlihatkan produksi yang tinggi dari beberapa tahun sebelumnya dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu.
Kebutuhan akan benih unggul bermutu semakin meningkat dari tahun ke tahun tidak hanya terbatas untuk pemenuhan program pengembangan perkebunan melalui dana APBN/APBD tetapi juga swadaya petani. Untuk program revitalisasi kebutuhan akan benih kakao sebanyak 165 juta bibit selama 5 tahun (2006-2010). Disamping itu pada tahun 2009 - 2011 akan dilaksanakan Gerakan Percepatan Peningkatan Mutu Kakao Nasional dengan target luasan 450.000 ha yang terdiri dari peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi, sehingga jumlah benih unggul bermutu yang dibutuhkan semakin meningkat. Agar sasaran pemerintah tersebut dapat berhasil, maka perlu didukung dengan ketersediaan benih unggul kakao bermutu secara 6 (enam) tepat yaitu ( mutu, jumlah, jenis, waktu, lokasi dan harga).

2. 2 Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA)
2. 2. 1 Gambaran Umum MVA
Mikoriza Vesikula Arbusklua (MVA) adalah suatu simbiosis yang ditemukan antara cendawan (Zygomycetes) dan akar, dan merupakan salah satu tipe beberapa tipe mikoriza yang dikenal (Type mikoriza: (1) ectomycoorhizae (ECM) (2) vesikular-arbuskular mycoorhizae (VAM/endomikoriza) (3) ectendomycoorhizae, (4) Ericoid mycoorhizae (5) orchid mycoorhizae.) dan (6) Arbutoid mycoorhizae (didasarkan pada struktur mikoriza)
Lebih dari 200.000 spesies Angiospermae, terdiri dari cabang-cabang hifa yang berada pada bagian dalam sel akar tanaman inang (Wegel et al., 1998), atau lebih dari 90% dari 300.000 spesies yang berasosiasi dengan MVA pada tanah-tanah alami.
MVA merupakan jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman.Jamur ini membentuk vesikel dan arbuskula di dalam korteks tanaman.Karena 80% cendawan ini membentuk struktur vesikula dan arbuskula, maka cendawan ini disebut dengan cendawan mikoriza vesikula–arbuskula. (Smith & Read, 1997) Vesikel merupakan ujung hifa berbentuk bulat, berfungsi sebagai organ penyimpanan, sedangkan arbuskula merupakan hifa yang struktur dan fungsinya sama dengan houstoria dan terletak di dalam sel tanaman (Shenk, 1981).
MVA termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, ordo Glomales dan genus Gigaspora, Scultellospora, Acaulospora, Entrophospora, Glomus, dan Sclerocystis.Terdapat sekitar 150 jenis (spesies) spora cendawan MVA yang telah dideskripsi (Morton dan Benny, 1990).
MVA tergolong dalam kelompok khusus dari populasi mikoriza yang sangat banyak mengkolonisasi rizosfer, yaitu di dalam akar, permukaan akar, dan di daerah sekitar akar. Hifa eksternal yang berhubungan dengan tanah dan struktur infeksi seperti arbuskula di dalam akar menjamin adanya perluasan penyerapan unsur-unsur hara dari tanah dan peningkatan transfer hara (khususnya P) ke tumbuhan, sedangkan cendawan memperoleh C organik dari tumbuhan inangnya (Marschner, 1995).
Penyebab rendanya produktivitas kakao khususnya di Sul-Sel disebabkan oleh beberapa factor. Ada tiga masalah yang dihadapi dalam produktivitas kakao yaitu pada umumnya tanaman sudah tua berumur di atas 17 tahun, populasi tanaman perhektar mengalami penurunan yang sangat signifikan akibat kematian tanaman, dan adanya tingkat serangan hama dan penyakit yang tinggi khususnya PBK (Pengerak Buah Kakao), penyakit busuk buah dan penyakit VSD (Vascular Streak Dieback) (Nasaruddin, 2007).
Pemanfaatan pupuk mikroba dalam membantu pertumbuhan dan perlindungan tanaman dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Peran langsung dilakukan dengan menambat N2 dan memacu pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan fitohormon (asam indol asetat, sitokinin, giberelin), dan melarutkan P yang terikat menjadi tersedia melalui asam-asam organik dan enzim yang dihasilkannya. Sedangkan peran tidak langsung dilakukan dengan menghasilkan senyawa antimikroba yang mampu menekan pertumbuhan mikroba patogen. Aplikasi pupuk mikroba pada rizosfir dan tanaman merupakan sesuatu hal yang kompleks, sehingga dalam pemanfaatannya perlu metode aplikasi yang efisien dan pupuk mikroba yang bermutu.
2. 2. 2 Manfaat Umum MVA
Manfaat dari MVA dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu manfaat dalam ekosistem, manfaat bagi tanaman, dan manfaatnya bagi manusia. Manfaat mikoriza MVA dalam ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam siklus hara, memperbaiki struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme tanah yang lain. (Brundrett etal., 1996).Sedangkan manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, terutama P (Bolan, 1991), dimana MVA dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik, khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P.
MVA dapat membantu mengatasi masalah ketersediaan fosfat melalui dua cara, pengaruh langsung melalui jalinan hifa eksternal yang diproduksinya secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air (Sieverding, 1991) dan pengaruh tidak langsung, dimana mikoriza dapat memodifikasi fisiologis akar sehingga dapat mengeksresikan asam-asam organik dan fosfatase asam ke dalam tanah ( Abbott et al., 1992), dimana menurut Marschner and Dell,(1994); dan Smith and Read, (1997) fosfatase asam merupakan suatu enzim yang dapat mamacu proises mineralisasi P Organik dengan mengkatalisis pelepasan P dari kompleks organik menjadi kompleks anorganik.

2. 2. 3 Peranan Mikoriza dalam Mengatasi Cekaman Kekeringan
Penyerapan air oleh tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor tanaman.Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah kandungan air tanah, kelembaban udara, dan suhu tanah. Faktor tanaman yaitu efesiensi perakaran, gradien tekanan difusi air tanah ke akar, dan keadaan protoplasma tanaman (Kramer, 1969)
Pada tanaman yang bermikoriza, respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan cenderung lebih dapat bertahan dari kerusakan korteks dibanding tanaman tanpa mikoriza. Menurut Setiadi (1989), gangguan terhadap perakaran akibat cekaman kekeringan ini pengaruhnya tidak akan permanen pada akar-akar yang bemikoriza. Akar yang bermikoriza akan cepat kembali pulih setelah periode kekeringan berlalu. Peranan langsung mikoriza adalah membantu akar dalam meningkatkan penyerapan air. Ini dikarenakan hifa cendawan masih mampu menyerap air dari pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah mengalami kesulitan mengabsorbsi air (Setiadi, 1989). Kemampuan menyerap air dari pori-pori tanah ini dikarenakan hifa utama cendawan mikoriza di luar akar membentuk percabangan hifa yang lebih kecil dan lebih halus dari rambut akar dengan diameter kira-kira 2 μ m.
Tahannya tanaman yang bermikoriza terhadap kondisi kekurangan air disebabkan karena hifa eksternalnya yang dapat meningkatkan total daerah perakaran dari sistem perakaran tanaman dan meningkatkan volume tanah yang diekesploitasi oleh air, ini menyebabkan lebih banyak air yang tersedia bagi tanaman inang, yang akan lebih memacu pertumbuhan tanaman melalui pembelahan, pembesaran, pemanjangan dan pengisian sel oleh hasil metabolisme.
Sebaliknya pada tanaman yang tidak diinokulasi dengan mikoriza, Cekaman air yang sedikit saja (-1 sampai –3 bars) cukup menyebabkan lambat atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel, dan menurut Harjadi dan yahya, (1988) bila tanaman mengalami cekaman air yang sangat berat, deferensiasi organ-organ baru dan perluasan organ yang sudah ada yang akan terkena pengaruh pertama kali. Penutupan stomata merupakan mekanisme utama yang mengurangi fotosintesis karena cekaman kekeringan. Mekanisme penurunan laju fotosintesis yang diakibatkan oleh terjadinya penurunan potensial air dalam daun mencakup beberapa proses (Harjadi dan Yahya, 1988; Salisbury dan Ross, 1995). Proses-proses tersebut diantaranya yaitu penutupan stomata secara hidroaktif dapat mengurangi CO2; terjadinya dehidrasi kutikula, dinding epidermis dan membran sel mengaurangi aviditas dan permeabilitasnya terhadap CO2; bertambahnya tahanan sel mesofil daun terhadap pertukaran gas; serta menurunnya efisiensi sistem fotosintesis.



BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Screen House, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Penelitian ini berlangsung pada bulan juni sampai dengan november 2011.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah Bibit Tamanan kakao berbeda klon yaitu klon Sulawesi 1, sulawesi 2 dan klon panter. Mikoriza yang diaplikasikan adalah jenis Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA), kertas, tissu, pasir steril, tanah alfisol
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah gelas plastic, polybag 40x30, talang plastik, spoit, timbangan, gunting, plaster, label, ember, mistar, dan alat tulis menulis. skop, cangkul, solarimeter, garpu, oven listrik.
3.3Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah dalam rancangan acak kelompok (RAK). Faktor pertama yaitu klon dari sumber benih tanaman kakao yang terdiri dari 3 label yaitu: klon Sulawesi 1 (S1), klon Sulawesi 2 (S2), dan klon Panter (S3). Faktor kedua adalah aplikasi mikoriza MVA yang terdiri dari 4 taraf yaitu tanaman tanpa aplikasi mikoriza (M0), 2,5 gr (M1), 5 gr (M2), dan aplikasi 10 gr (M3) perpohon. Dengan demikian Terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak tiga, sehingga terdapat 36 unit percobaan . Setiap unit perlakuan terdapat 3 tanaman sehingga jumlah bibit tanaman kakao yang digunakan seluruhnya adalah 108 tanaman.
Dari faktor diatas maka diperoleh 12 kombinasi perlakuan sebagai berikut:
• S2M0 • S1M2
• S2M1 • S1M3
• S2M2 • S3M0
• S2M3 • S3M1
• S1M0 • S3M2
• S1M1 • S3M3
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Media
3.4.1.1 Media Perkecambahan
Persiapan media pertama dilakukan dengan memberikan tissue kedalam gelas aqua yang berdiameter 18,92 mm dan menjenuhkannya dengan air.
Persiapan media kedua dilakukan dengan cara mencuci pasir dengan air sampai bersih kemudian mengisi gelas aqua yang berdiameter 18,92 mm dengan pasir yang telah bersih dan menjenuhkannya.
3.4.1.2 Media Pembibitan
Persiapan media dilakukan dengan cara membersihkan tanah dari gulma dan akar tanaman selanjutnya mencampur tanah dan pasir dengan perbandingan 2:1 kemudian mengisi polybag yang berukuran 20 x 30 cm dengan tanah yang telah tercampur pasir dan menjenuhkannya.
3.4.2 Perkecambahan
Perkecambahan dilakukan dengan cara membersihkan biji kakao dari pulph dengan cara merendam biji dengan kapur selama 2 jam selanjutnya membuka pulph dengan abu gosok sampai bersih kemudian dibilas dengan air kemudian memasukkan biji kakao yang telah bersih ke dalam gelas aqua berdiameter 18,92 mm yang telah terisi tissue.
Setelah kecambah umur 1 bulan dipindahkan ke media perkecambahan yang kedua yaitu memasukkan ke dalam gelas aqua yang telah terisi pasiryang telah dijenuhkan sebelumnya.
3.4.3 Penanaman
Penanaman dilakukan dengan memindahkan bibit yang berumur 2 bulan dari media perkecambahan ke dalam polybag yang telah diisi tanah bercampur pasir.
3.4.4 Aplikasi Mikoriza
Pengaplikasian Mikoriza Vesikula Arbuskula pada tanaman kakao disesuaikan tarafnya dengan perlakuan yang telah ditentukan yaitu aplikasi mikoriza MVA pada tanaman yang terdiri dari 4 taraf yaitu tanaman kakao tanpa aplikasi mikoriza (M0), 2,5 gr (M1), 5 gr (M2), dan aplikasi 10 gr (M3).

3.4.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan, dan pembumbunan.Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari.Penyiangan dilakukan jika terdapat gulma yang tumbuh disekitar tanaman kakao dengan mencabut gulma disekitar tanaman.
3.5 Parameter Pengamatan :
1. Jumlah akar lateral, dihitung jumlah akar lateral yang terbentuk pada perakaran tanaman pada akhir penelitian.
2. Panjang akar lateral (cm), dihitung panjang akar lateral yang terbentuk pada perakaran tanaman pada akhir penelitian.
3. Bobot kering akar (g), ditimbang bobot kering akar yang terbentuk pada perakaran tanaman pada akhir penelitian.
4. Rata-rata tinggi tanaman (cm), diukur pertambahan tinggitanaman setiap 2 minggu sekali.
5. Jumlah daun (helai), dihitung jumlah daun yang telah terbentuk pada tanaman setiap 2 minggu sekali.
6. Bobot kering daun (g), ditimbang bobot kering daun yang terbentuk pada tanaman setiap 2 minggu sekali.
7. Bobot kering batang (g), ditimbang bobot kering batang yang terbentuk pada tanaman pada akhir penelitian.


8. Luas daun (cm2), diamati setiap dua minggu sekali dengan cara mengukur panjang dan lebar setiap daun. Cara menghitungnya yaitu :
Luas Daun = Panjang x Lebar x Konstanta (0,68) (Nasaruddin, 2010)
9. Rata-rata Indeks luas Daun (ILD ), dihitung setiap 2 minggu sekali dan diamati dengan menggunakan rumus

10. Pengamatan warna daun, diamati pada satu helai daun pertanaman yang berada di bawah flush dengan menggunakan kamera digital.
11. Analisis kadar hara daun, dilakukan pada akhir penelitian.












DAFTAR PUSTAKA
Abbott, L. K., A.D. Robson., D. A. Jasper and C. Gazey. 1992. What is the role VA mycorrhizal hyphae in soil .p: 37 – 41. Dalam D. J. Read. D. H. Lewis., A. H. Fitter & I. J. Alexander (penyunting). Mycorrhiza inEcosytem.CAB. International UK.
Bolan, N. S. 1991.A critical review on the role of mycorrhizal in the uptake of phosphorus by plants. Plant and Soil 134:189-209.
Brundett, M., N, Beeger., B. Dell., T. Groove. and N. Malajzuk, 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture.ACIAR Monograph 32.374+xp.ISBN 186320 181 5.
Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Depatemen
Pertanian. 2004. Pedoman Teknologi Pengolahan Kakao, Jakarta.
Harjadi, S. S., dan S. Yahya, 1988. Fisiologi Stres Lingkungan. PAU Bioteknologi .IPB.236 p.
Kramer, P.J. 1969. Plant and Soil Water Relationships. Mc. Graw Hill Book Company. Inc. New York. 347 p.
Marschner, H.1995.Mineral nutrition of higher plant.Academic Press.London
Marschner, H. & B. Dell. 1994. Nutrien uptake in mycorrhizal symbiosis. Plant and. Sci. 159: 89-102.
Morton, J. B. and G. L. Benny. 1990. Revised classification of arbuscular mycorrhizal fungi (Zygomycetes). Mycotaxon.37 : 471 - 491..
Muljana, W., 2001.BercocoktanamCokelat. Aneka Ilmu, Semarang.
Nasaruddin, 2007.Keadaan Umum Pertanaman Sulawesi Selatan. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Nasaruddin, 2009. Kakao. Budidaya dan Beberapa Aspek Fisiologisnya. Jurusan Budidaya, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Rizal, idrus. 2011.Produksi kakao di indonesia http://www.datacon.co.id/Outlook-2010agribisnis.htm. diakses pada tanggal 12 oktober 2011
Salisbury, F. B. & C.W. Ross.1995.Fisiologi Tumbuhan Jilid II Penerbit ITB.173p
Schenck, N. C. 1981. Can mycorrhizal control root diseases.Phytophat. 65 (3) : 231 - 234.
Setiadi, Y. 1989. Pemanafaatan Mikoriza dalam Kehutanan. PAU. Bogor 103 p.
Siregar, T.H.S, Slamet Riyadi, Laeli Nuraeni, 2007. Coklat. Penebar Swadaya, Jakarta
Sieverding .E., 1991.Vesicular-arbuskular mycorrhiza management intropical indegenous glomales.Deutsche .Jerman.342 p.
Smith, S. E. dan D. J. Read, 1997. Mycorrhizal Symbiosis. Akademic Press. California USA 35 p.
Wegel, E., Leif. S., Niels, S., Jens, S., and Martin, P. 1998. Mycorrhiza mutant of Lotus japonicus define genetically independent steps during symbiotic infection. Moleculer Plant-Microbe